Header Ads


Keracunan MBG Terulang Kembali, Program Populis Membahayakan Keselamatan Rakyat

Oleh :  Ummu Irsyad (Aktivis Muslimah)


Sebanyak 135 siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami gejala keracunan usai mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG).  Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Khamidah Yuliati, mencatat total per hari ini ada 135 siswa dan 2 guru mengalami gejala diare.

“Diobati di sekolah oleh Puskesmas Berbah total 66 orang, rawat jalan di RSUD Prambanan satu orang, dan rawat jalan di Puskesmas Berbah ada dua orang,” kata Yuliati saat dikonfirmasi kontributor Tirto.id melalui sambungan telepon, pada Rabu (27/8/2025).


Guna mengawal program MBG, Dinkes ikut terlibat dalam pengawasan. Dinkes saat ini sedang melakukan intensifikasi pelatihan bagi petugas SPPG untuk mengantisipasi kejadian serupa, baik kepada petugas masak, pemilah bahan, hingga petugas cuci.

Hingga sekarang sudah ada sembilan SPPG mendapat pelatihan dari Dinkes Sleman. Ada tiga SPPG juga yang sedang proses pelatihan. Salah satu materi adalah tentang cemaran pangan dan potensi penyakit. Harianjogja.com (28/08/2025)


Program Membahayakan Rakyat


Program MBG merupakan inisiatif pemerintah pusat yang diselenggarakan melalui Badan Gizi Nasional (BGN), ini untuk memenuhi salah satu janji kampanye Prabowo. Secara resmi program MBG dilaksanakan pada 6 Januari 2025,  adapun alasan pemerintah yaitu untuk mengatasi persoalan malnutrisi, stunting pada anak-anak dan ibu hamil . Melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerintah berharap bisa meningkatkan SDM dan mendorong ekonomi daerah.



Jika dilihat dari segi teori sangat mungkin akan menghasilkan SDM yang berkualita serta mampu mendorong ekonomi daerah.  Namun sejak peluncuran pada awal  tahun 2025 sejumlah persoalan muncul  mulai dari  : 

Kasus keracunan dan  makanan basi yang terus berulang yang   justru mengancam kesehatan siswa.

Distribusi belum merata  lebih banyak dirasakan di kota besar, sedangkan pelosok tertinggal.

Beban anggaran yang begitu besar  yaitu Rp 71 triliun di tahap awal, sehingga berpeluang terjadinya korupsi.

Keterlambatan gaji dan infrastruktur dapur akan  membuat kualitas layanan tidak stabil.



Dengan  persoalan yang begitu banyak dan berulang maka dipastikan tidak akan menghasilkan SDM yang berkualitas serta mendorong ekonomi daerah.  Mengingat pemerintah hanya hadir sebagai regulator bukan sebagai pengurus rakyat, sehingga  harapan  pemerintah  akan sulit tercapai bagaikan " api jauh dari panggang". Adapun yang menjadi akar persoalannya adalah penerapan sistem kapitalis sekularisme. 


Islam Mampu Menyelesaikan persoalan Gizi


Islam telah menetapkan kewajiban bagi  Negara dalam mengurusi dan bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Karena Islam tidak hanya bicara ibadah secara personal, tapi juga mengatur ekonomi, pelayanan publik dan pemerintahan. 


Dalam Islam akan menjamin kebutuhan dasar rakyatnya termaksud pangan, sandang dan papan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

 Artinya, penyediaan makanan bergizi bukan sekadar program politik populis, tapi kewajiban syar’i bagi negara. Sehingga tidak boleh dilaksanakan asal -asalan.


Islam melarang memberi makanan yang buruk atau membahayakan:

“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)


Selain itu Islam telah menegaskan pentingnya makan yang halal  dan toyyib ( baik, sehat dan bermanfaat), sabagiamana Firman Allah dalam Q.s An Nahl ayat 114 yang artinya “Maka makanlah dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu yang halal lagi baik, dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah-Nya.”

Adapun hikmahnya adalah menjaga kesehatan jasmani dan kesucian hati, menjadi sebeb terkabulnya do'a sehingga  mampu membentuk  generasi kuat, sehat dan berakhlak.  Dengan begitu, persoalan MBG bisa terselesaikan secara tuntas, bukan tambal sulam, karena Islam memandang pelayanan publik sebagai ibadah dan amanah dari Allah.


Wallāhu a‘lam bish-shawāb

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.