Gaza Tak Butuh Solusi Dua Negara
Oleh: Nurma*)
IndonesiaNeo, OPINI - Presiden RI Prabowo Subianto sudah tiga kali secara eksplisit membahas solusi dua negara (two-state solution) terkait konflik Israel–Palestina. Ia menegaskan posisi diplomatik Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina sebagai syarat utama perdamaian, sambil menawarkan pengakuan terhadap Israel jika Palestina diakui secara berdaulat. Solusi dua negara sudah digaungkan Prabowo sejak masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI periode 2019–2024 hingga sekarang ia duduk sebagai Presiden RI. Adapun two-state solution atau solusi dua negara adalah usulan penyelesaian konflik Israel–Palestina yang bertujuan membentuk dua negara merdeka: satu untuk Israel dan satu untuk Palestina. (Tribunnews.com, 23/09/2025)
Ilusi Dua Negara dan Diplomasi yang Selalu Gagal
Meski sering disebut sebagai “solusi damai”, faktanya two-state solution hanyalah ilusi politik. Sejak rencana ini pertama kali diputuskan oleh PBB pada 1947, Palestina justru semakin terjajah. Wilayahnya yang dulu luas kini tinggal sepetak kecil dan tercerai-berai. Gaza terkepung, Tepi Barat dipenuhi pos penjagaan Israel, dan Masjid Al-Aqsa terus terancam. Bahkan setiap kali ada upaya diplomasi, yang terjadi justru perluasan permukiman Yahudi dan bertambahnya korban jiwa di pihak Palestina.
Inilah bukti bahwa solusi dua negara bukanlah jalan keluar, melainkan jebakan yang membuat dunia seolah-olah peduli pada Palestina, padahal yang terjadi hanyalah legalisasi penjajahan Israel. Seakan-akan Palestina diberi secuil tanah untuk disebut “merdeka”, sementara penjajah tetap bercokol dan menancapkan kekuasaannya.
Sejarah panjang konflik Israel–Palestina menunjukkan bahwa diplomasi semacam ini tidak pernah membuahkan hasil. Sejumlah kesepakatan—mulai dari Oslo Accord (1993), Camp David (2000), hingga berbagai konferensi internasional—semuanya gagal. Israel selalu mengingkari kesepakatan, dan negara-negara Barat menutup mata.
Mengapa demikian? Karena akar masalahnya bukan sekadar perebutan tanah melainkan proyek kolonialisme global. Israel adalah pos terdepan Barat di jantung dunia Islam. Selama Israel ada, cengkeraman Barat atas Timur Tengah akan tetap kuat, terutama karena wilayah ini kaya minyak dan gas serta menjadi pusat geopolitik dunia. Jadi, mustahil Barat benar-benar menginginkan Palestina merdeka.
Khilafah dan Jihad: Palestina Butuh Pembebasan, Bukan Pembagian
Dari sini jelas terlihat bahwa Palestina tidak butuh solusi dua negara. Mereka butuh pembebasan total, bukan pembagian wilayah. Tidak ada istilah kompromi dengan penjajah. Tidak mungkin rakyat Palestina disebut merdeka jika Masjid Al-Aqsa masih dikuasai tentara Zionis. Tidak mungkin mereka disebut aman jika rumah-rumah mereka setiap hari dihancurkan buldoser Israel.
Maka, solusi dua negara sejatinya hanya menunda penderitaan. Ia mengalihkan fokus umat Islam dari pembebasan menuju kompromi. Padahal syariat Islam dengan tegas melarang memberikan sejengkal tanah kaum Muslimin kepada penjajah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak halal tanah kaum Muslimin diberikan kepada orang kafir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lalu, bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi? Jawabannya bukanlah terus menggantungkan harapan pada diplomasi Barat. Sejarah membuktikan bahwa Palestina hanya bisa bebas ketika umat Islam bersatu di bawah kepemimpinan Islam.
Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berhasil membebaskan Baitul Maqdis dari Romawi tanpa pertumpahan darah. Berabad-abad kemudian, Shalahuddin Al-Ayyubi mengusir tentara Salib dan mengembalikan kehormatan Al-Quds. Semua itu tidak lahir dari meja perundingan, melainkan dari persatuan umat dan kekuatan militer Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah.
Inilah yang disebut solusi Islam kaffah: pembebasan Palestina melalui jihad fi sabilillah, dipimpin oleh Khilafah Islamiyyah. Selama umat Islam masih tercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara, selama itu pula Israel leluasa. Tetapi ketika umat kembali bersatu dan memiliki satu kepemimpinan politik, ekonomi, dan militer, maka Israel tidak akan punya tempat di tanah suci Palestina.
Khilafah bukan hanya konsep utopis, melainkan sistem pemerintahan Islam yang pernah eksis berabad-abad. Ia adalah perisai bagi umat. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya imam (khalifah) itu laksana perisai; di belakangnya kaum Muslimin berperang dan dengannya mereka berlindung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tanpa khilafah, umat Islam bagaikan tubuh tanpa kepala—lemah, tercerai, dan tak berdaya menghadapi musuh. Oleh karena itu, kebangkitan Islam dengan Khilafah Islamiyyah bukan sekadar cita-cita, melainkan kebutuhan mendesak. Palestina sangat menanti umat Islam bangkit, bukan menunggu belas kasih dari Barat.
Gagasan tentang two-state solution hanyalah fatamorgana. Hal tersebut bukan solusi, melainkan jalan buntu yang membuat Zionis Israel semakin permanen. Palestina tidak butuh kompromi, tapi pembebasan total. Jalan itu hanya bisa terwujud dengan persatuan umat Islam di bawah kepemimpinan Khilafah Islamiyyah.
Umat Islam harus segera sadar bahwa selama kita terus menaruh harapan pada diplomasi ala Barat, selama itu pula darah rakyat Palestina akan terus tumpah. Saatnya kembali pada Islam kaffah, menegakkan khilafah, dan melanjutkan jihad fi sabilillah. Hanya dengan itu Gaza, Tepi Barat, dan seluruh Palestina akan benar-benar merdeka, terhormat, dan terbebas dari penjajahan. Wallahu a’lam bissawab.[]
*) Pegiat Literasi
Post a Comment