Menyelamatkan Generasi, Menegakkan Khilafah
Oleh: Ema Fitriana Madi*)
IndonesiaNeo, OPINI - Kasus pesta narkotika yang melibatkan 15 siswi SMPN 1 Kendari, Sulawesi Tenggara, menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan dan orang tua. Di usia yang seharusnya dipenuhi semangat belajar dan cita-cita, mereka justru terseret dalam jerat pergaulan berbahaya. Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga alarm sosial tentang rapuhnya benteng moral serta lemahnya pengawasan terhadap generasi muda, yang jika dibiarkan dapat merenggut masa depan mereka dan bangsa ini.
Para siswi tersebut diperiksa polisi setelah video pesta narkotika jenis sinte mereka viral di media sosial. Dalam rekaman berdurasi 1 menit 6 detik dan 21 detik itu, para pelajar terlihat berkumpul di sebuah kamar, sebagian masih mengenakan seragam sekolah, sambil mengisap sinte dan memperlihatkan cara penggunaannya. Polisi yang menerima laporan masyarakat segera menindaklanjuti dengan memanggil para siswi, orang tua, dan guru mereka. Dari hasil pemeriksaan, 11 siswi dikembalikan kepada keluarga dengan surat pernyataan, sementara 4 lainnya dibawa ke BNN Kota Kendari untuk pembinaan dan rehabilitasi. Video tersebut diketahui direkam di rumah salah satu siswi di Kelurahan Kemaraya, Kendari Barat, pada 15 September 2025 (Kendariinfo.com, 22/9/2025).
Menurut laporan terbaru, pada periode 2024–2025 BNN Kota Kendari mencatat 104 remaja tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK terlibat penggunaan sabu dan sinte (detiksultra.com, 9/7/2025). Selain itu, untuk rentang usia 12–17 tahun hingga 2025 tercatat 21 anak terlibat penyalahgunaan sabu dan 26 anak menggunakan tembakau sintetis (tembakau gorila), sehingga total 54 anak tercatat dalam data rehabilitasi antara 2020 hingga 2025 (jalur.co.id, 25/2/2025).
Nasib Remaja dalam Tatanan Kapitalisme
Dalam tatanan kapitalisme, remaja tumbuh di lingkungan yang rapuh dan sarat jebakan. Mereka diarahkan untuk menjadi konsumen sejak dini, dicekoki dengan tren gaya hidup hedonis, pergaulan bebas, hingga budaya “kebahagiaan instan” yang disebarkan melalui media sosial dan industri hiburan. Alih-alih dilindungi, remaja justru dijadikan sasaran pasar, sehingga mudah tergelincir dalam arus pergaulan yang merusak, termasuk narkoba, alkohol, dan seks bebas. Pendidikan pun tidak diarahkan untuk membentuk akhlak mulia dan ketahanan moral, melainkan sekadar mencetak tenaga kerja yang siap masuk roda kapitalisme. Akibatnya, remaja kehilangan arah, rapuh dalam menghadapi tekanan, dan mencari pelarian pada hal-hal yang merusak diri.
Sementara itu, keluarga dan masyarakat yang seharusnya menjadi benteng utama perlindungan juga tak luput dari pengaruh kapitalisme. Orang tua sibuk bekerja mengejar materi, sementara komunitas sosial melemah karena orientasi hidup yang kian individualistis. Dalam kondisi ini, remaja dibiarkan berjuang sendiri di tengah derasnya arus globalisasi dan penetrasi budaya asing yang merusak. Alhasil, generasi yang seharusnya menjadi pilar masa depan bangsa justru terancam hancur sebelum berkembang, terjerat dalam lingkaran gelap kapitalisme yang hanya mengedepankan keuntungan materi tanpa peduli pada rusaknya moral dan masa depan mereka.
Di sisi lain, kurikulum pendidikan dalam sistem kapitalisme turut memperparah keadaan. Alih-alih fokus membangun kepribadian, akhlak, dan ketakwaan, kurikulum lebih diarahkan pada pencapaian akademik semata dan orientasi kerja. Sekolah gagal menjadi benteng yang melindungi remaja dari arus destruktif di luar, karena minimnya muatan pendidikan karakter sejati yang berlandaskan nilai agama. Akibatnya, remaja dibekali banyak pengetahuan teknis, tetapi miskin ketahanan moral dan spiritual. Dalam situasi ini, ketika keluarga melemah, media merusak, dan pendidikan gagal menjalankan fungsi sejatinya, remaja pun menjadi korban utama sistem kapitalisme yang abai terhadap pembinaan generasi.
Islam Membentuk Pemuda Tangguh dan Perindu Surga
Di tengah rapuhnya generasi yang kian terjerat narkoba, pergaulan bebas, dan arus budaya hedonis akibat sistem kapitalisme, Islam hadir dengan solusi menyeluruh yang tidak hanya menyentuh aspek moral, tetapi juga membangun tatanan keluarga, masyarakat, hingga negara. Sebagai agama yang sempurna, Islam menetapkan prinsip, aturan, dan mekanisme nyata untuk melahirkan generasi berkualitas, berakhlak mulia, serta berdaya guna bagi peradaban.
Prinsip ajaran Islam menempatkan generasi muda sebagai amanah besar yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Allah ﷻ berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS. At-Tahrim: 6). Ayat ini menunjukkan kewajiban orang tua dan masyarakat untuk melindungi remaja dari segala hal yang dapat merusak iman, akhlak, dan masa depan mereka. Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Prinsip ini menegaskan bahwa negara, masyarakat, dan keluarga memiliki kewajiban kolektif mencetak generasi bertakwa, bukan menyerahkan mereka pada arus pasar bebas sebagaimana dalam kapitalisme.
Islam menyediakan sistem menyeluruh untuk membentuk generasi berkualitas. Negara berkewajiban menyediakan pendidikan gratis berbasis akidah Islam, dengan kurikulum yang menanamkan iman, akhlak, dan tsaqafah Islam sejak dini, di samping ilmu pengetahuan umum. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan bahwa pendidikan sejati adalah yang menumbuhkan ketaatan kepada Allah, bukan sekadar kecakapan duniawi. Selain itu, Islam mengatur media agar hanya menayangkan konten mendidik dan menjaga moral masyarakat, serta menutup rapat celah yang dapat merusak akhlak remaja, termasuk peredaran narkoba dan budaya hedonisme.
Solusi Islam juga membangun benteng keluarga yang kokoh. Dalam Islam, keluarga adalah madrasah pertama bagi anak. Orang tua didorong untuk menanamkan tauhid, akhlak mulia, dan kecintaan terhadap Al-Qur’an sejak dini. Rasulullah ﷺ menegaskan: “Tidaklah seorang ayah memberikan sesuatu yang lebih utama kepada anaknya daripada pendidikan yang baik” (HR. Tirmidzi). Dukungan masyarakat dan negara sangat dibutuhkan agar keluarga mampu menjalankan fungsi pendidikan ini, misalnya dengan menciptakan lingkungan sosial bersih dari maksiat dan pergaulan bebas, serta regulasi negara yang mempermudah orang tua fokus mendidik anak-anaknya.
Sejarah telah membuktikan keberhasilan Islam dalam melahirkan generasi emas. Pada masa Khilafah, remaja dibina dengan pendidikan berlandaskan Islam hingga lahirlah sosok-sosok mulia seperti Usamah bin Zaid yang di usia 17 tahun sudah memimpin pasukan kaum Muslimin, atau Muhammad Al-Fatih yang menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun. Keberhasilan ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari sistem Islam yang memadukan keluarga, masyarakat, dan negara dalam satu visi mencetak generasi beriman, berilmu, dan berakhlak. Dengan penerapan Islam menyeluruh, generasi remaja tidak akan terjerumus dalam jurang kehancuran, tetapi tumbuh menjadi pemimpin yang membawa kejayaan umat dan peradaban.
Bukti sejarah lain juga terlihat pada masa Khilafah Abbasiyah, ketika banyak pemuda Muslim tampil sebagai ilmuwan, cendekiawan, dan pejuang peradaban. Misalnya, Ibnu Sina yang menulis karya monumental Al-Qanun fi al-Thibb di usia muda dan menjadi rujukan kedokteran dunia berabad-abad, atau Ibnu Khaldun yang di usia 20-an sudah aktif dalam dunia politik dan ilmu sosial hingga melahirkan kitab Muqaddimah yang mendahului teori sosiologi modern. Pemuda seperti mereka lahir karena sistem Islam mendidik sejak kecil dengan ilmu agama dan sains sekaligus, serta mendorong generasi muda menjadikan ilmunya jalan ibadah dan pengabdian kepada umat.
Pada masa Khilafah Umayyah, pemuda Muslim juga berperan besar dalam ekspansi dakwah dan penaklukan. Salah satunya Thariq bin Ziyad yang masih sangat muda saat memimpin pasukan menyeberangi Selat Gibraltar hingga membuka jalan masuknya Islam ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-8. Dengan semangat dan keberanian, ia berhasil menorehkan sejarah gemilang yang menjadikan Andalusia pusat ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban Islam selama berabad-abad. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa pemuda yang dibesarkan dalam naungan sistem Islam mampu menjadi pilar peradaban dan penentu arah sejarah dunia.
Kini, setelah kita melihat betapa rapuhnya generasi muda dalam cengkeraman kapitalisme dan betapa gemilangnya sejarah pemuda Islam di bawah naungan syariat, sudah saatnya kita sadar bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan mereka adalah dengan menegakkan kembali Daulah Khilafah Islam. Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh, remaja akan terlindungi dari kerusakan moral, keluarga kembali kokoh, pendidikan kembali bermakna, dan generasi emas akan lahir untuk memimpin peradaban.
Maka, janganlah kita menunda, sebab masa depan umat dan keselamatan generasi ada pada tegaknya Khilafah yang diridai Allah ﷻ.
Wallahu a’lam bishshawab.
*) Pemerhati Sosial dan Pendidikan
Post a Comment