Sa’ad bin Abi Waqqas: Panglima Berani dengan Doa yang Mustajab
Sebuah ilustrasi kuno dari manuskrip Persia tahun 1494 menggambarkan Sa’ad bin Abi Waqqas (kiri) berhadapan dengan panglima Persia Rustum (kanan) dalam Pertempuran Qadisiyyah. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, Sa’ad bin Abi Waqqas sudah menunjukkan keberaniannya di medan perang. Ia dikenal sebagai pemanah pertama dalam sejarah Islam yang meluncurkan anak panah demi membela agama Allah. Pada Perang Uhud, keterampilan dan keberanian Sa’ad sangat dipuji, sehingga Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Panahlah (terus memanah), wahai Sa’ad! Ibu dan ayahku adalah tebusan (taruhan) untukmu!” — yang merupakan penghargaan tinggi dari Nabi untuk pemanah yang handal tersebut. Pernyataan ini mengukuhkan reputasi Sa’ad sebagai seorang pejuang berani yang sangat diandalkan dalam pertempuran.
IndonesiaNeo, TELADAN - Sa’ad bin Abi Waqqas dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat istimewa dan memberikan inspirasi. Ia tidak hanya termasuk dalam "sepuluh orang yang dijamin masuk surga," tetapi juga dikenal karena dua tindakan utama yang mengesankan: doa-doanya yang selalu dikabulkan oleh Allah serta keberaniannya sebagai pemimpin dalam peperangan Islam. Sebagai anak dari keluarga terkemuka Bani Zuhrah, yang merupakan kerabat dekat ibu Nabi, Sa’ad telah memeluk Islam sejak muda dan bertempur mendampingi Nabi dalam berbagai pertempuran penting. Dia digambarkan memiliki sosok yang tegap dan berwibawa, yang mencerminkan sifat kepahlawanan yang ditunjukkannya sepanjang hidupnya.
Doa Mustajab Seorang Sahabat
Sa’ad bin Abi Waqqas sering dianggap memiliki dua "senjata" utama: panah dan doa. Ketepatan tembakan panahnya di medan perang selalu mengenai sasaran, dan setiap kali ia berdoa, Allah SWT dengan cepat mengabulkannya. Ia percaya bahwa keberhasilan doanya adalah hasil dari doa khusus yang diberikan Rasulullah SAW untuknya. Suatu ketika, Nabi Muhammad melihat sesuatu yang istimewa dalam diri Sa’ad yang membuat beliau merasa bahagia dan tenang. Di momen tersebut, Rasulullah berdoa: “Ya Allah, permudahkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.” Sejak saat itu, doa-doa Sa’ad bin Abi Waqqas dikenal di kalangan sahabat sebagai “tajam laksana pedang.”
Kekuatan doa Sa’ad yang mustajab terlihat dalam sebuah kisah yang terkenal. Diceritakan bahwa ada seorang pria yang suka mencela dan menghina sahabat Nabi, termasuk Ali bin Abi Thalib, Thalhah, dan Zubair. Sa’ad menegur pria itu untuk berhenti, tetapi tegurannya tidak diindahkan. Merasa marah karena sahabat-sahabat mulia dihina, Sa’ad memperingatkan, “Kalau begitu akan kudoakan keburukan untukmu!” Namun, pria itu malah mengejek, meremehkan kemampuan doa Sa’ad. Dalam keadaan marah, Sa’ad pun mengambil wudu, melaksanakan salat dua rakaat, dan berdoa dengan sungguh-sungguh, meminta kepada Allah untuk memberikan pelajaran kepada pengumpat itu jika hinaannya memang dapat membuat Allah murka. Tak lama kemudian, muncul seekor unta liar yang mengamuk di kerumunan dan segera menyerang pria tersebut. Unta itu menjatuhkan dan menginjak-injak sang pengumpat hingga tewas di tempat. Kisah nyata ini menjadi bukti di kalangan sahabat mengenai betapa kuat dan berharganya doa Sa’ad bin Abi Waqqas.
Panglima Perang Islam yang Gagah Berani
Puncak karier militer Sa’ad berlangsung pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ketika ia diangkat sebagai pemimpin pasukan Muslim dalam ekspedisi penaklukan Persia. Perang Qadisiyyah (15 H/636 M) menjadi momen untuk menunjukkan kehandalan strategi dan keberanian Sa’ad bin Abi Waqqas di dalam pertempuran. Dalam pertempuran yang sengit selama empat hari ini, Sa’ad memimpin sekitar 36.000 tentara Muslim melawan lebih dari 100.000 prajurit Kekaisaran Persia yang dilengkapi dengan pasukan gajah. Meskipun jumlah pasukan Islam jauh lebih sedikit, Sa’ad berhasil menyusun taktik yang efektif dan memberikan semangat juang yang tinggi kepada anak buahnya. Akibatnya, kaum Muslimin meraih kemenangan yang luar biasa, mengalahkan pasukan Persia yang dipimpin oleh panglima legendaris Rustum, yang bahkan tewas di tangan pasukan Muslim. Kemenangan ini membuka kesempatan bagi umat Islam untuk merebut ibu kota Persia di Mada’in (Ctesiphon) dan menghancurkan salah satu imperium terbesar pada masa itu. Keberanian dan kepiawaian Sa’ad sebagai panglima perang dikenang dalam sejarah sebagai faktor utama runtuhnya dominasi Persia di Timur Tengah.
Melalui perpaduan antara ketaatan dalam berdoa dan keberanian dalam berjuang, Sa’ad bin Abi Waqqas telah memberikan teladan yang luar biasa bagi umat Islam di sepanjang masa. Dari kisah hidupnya yang dijuluki “singa yang menyembunyikan kukunya” oleh Abdurrahman bin Auf, kita dapat belajar bahwa kekuatan spiritual dan keberanian fisik dapat berjalan beriringan. Doa yang tulus dan strategi yang bijaksana di medan perang menjadikan Sa’ad sebagai sosok yang menginspirasi, kisahnya tetap relevan hingga sekarang. Semoga keteladan Sa’ad bin Abi Waqqas dalam iman dan keberanian dapat memotivasi generasi Muslim masa kini untuk tetap berani, tawakal, dan tidak pantang menyerah menghadapi tantangan kehidupan.[]


Post a Comment