Header Ads


Utang Menumpuk, Rakyat Terpuruk.

Oleh: Asma Sulistiawati
(Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Buton)

Utang adalah sesuatu hal biasa yang sering dilakukan penguasa saat ini. Namun saat mengutang memang nikmat untuk dilakukan. Tetapi dalam hal membayar kembali utang yang kita lakukan, lantas apakah mampu untuk mengembalikannya?
Terbukti saat ini total pembiayaan utang pemerintah hingga Mei 2020 meningkat 35,8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kenaikan pembiayaan utang hingga Mei 2020 didorong oleh defisit APBN yang melebar.
 Kementerian Keuangan mencatat total pembiayaan utang neto pemerintah hingga Mei 2020 mencapai Rp 360,7 triliun. Jumlah ini meningkat 35,8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kenaikan realisasi pembiayaan hingga Mei 2020 antara lain disebabkan oleh defisit anggaran yang meningkat. Pada periode yang sama, defisit APBN membengkak 42,8% menjadi Rp 176,9 triliun atau 1,1% terhadap PDB (Katadata.co.id, 16/6/2020).
Pandemi ini membawa dampak semakin melambungnya utang Negara. Penambahan utang luar negeri yang dilakukan penguasa saat ini, sejatinya akan menambah beban rakyat. Sebab salah satu sumber utama pemerintah untuk membayar utang berasal dari pendapatan pajak dan ini tentunya akan dibebankan kembali kepada rakyat. Selain itu juga pemberian utang luar negeri dari negara kreditor tidak akan terlepas dari upaya negara tersebut untuk mendominasi ekonomi serta politik di negara debitur. Ini tidak akan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan melainkan akan memberikan warisan kemiskinan dan kesengsaraan. 
Sungguh disayangkan, berhutang seolah menjadi solisi andalan penguasa hari ini  untuk mengatasi defisit anggaran negara. Seolah tidak kapok dengan bunga yang telah menggunung. Salah satunya dengan utang LN yang semakin menumpuk bisa membawa negeri ini kehilangan kedaulatan dan dijadikan sebagai alat penjajahan ekonomi. Kebijakan Negara berpotensi semakin jauh dari pemenuhan kemaslahatan rakyat, tapi dikendalikan oleh kepentingan asing. Hal tersebut jelas sangat berbahaya.
Hal ini menjadi hal biasa dalam sistem kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator, yang mengatur agar terjadi keselarasan antara kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha. Negara berperan mencegah agar tidak terjadi konflik antara rakyat dan pengusaha. Tapi faktanya, yang dimaksud mencegah konflik itu adalah dengan cara negara lebih mengedepankan kepentingan pengusaha.
Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada pilihan lain selain kembali kepada sistem Islam dalam semua urusan termasuk dalam sistem ekonominya sebab islam memberikan aturan yang jelas dalam hal ini. Lalu bagaimana Islam memandang utang luar negeri ini? lslam memiliki aturan yang khas dan jelas dalam pengelolaan ekonomi. 
Islam memiliki solusi yang komperhensif untuk menyelesaikan masalah. Islam menetapkan bahwa pemerintah wajib bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyat. Rasulullah SAW bersabda:
“Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka” (HR. Muslim). 
Maka dalam hal utang luar negri ini pun pemerintah memperhatikan nasib rakyatnya. Tidak menjadikan rakyat sebagai tumbal untuk pelunasan utang luar negeri. Karena saking banyaknya utang, bisa dikatakan setiap bayi yang lahir pun menanggung utang negara. Pemerintah harus  berpikir cara melunasi utang tanpa mengorbankan rakyat.
Islam yang pernah berkuasa di 2/3  belahan dunia ini adalah negara yang mandiri, tidak pernah memiliki utang pada negara lain. Daulah Islam memiliki sumber-sumber pendapatan  negara yang dikelola dengan baik, sehingga memiliki ketahanan ekonomi yang kuat. 
Sumber-sumber pendapatannya diperoleh dari kepemilikan negara seperti ‘usyur, fa’i, ghonimah, kharaj, jizyah dan lain sebagainya. Kepemilikan umum seperti pengelolaan hasil pertambangan, minyak bumi, gas alam, kehutanan dan lainnya. Kepemilikan negara dan kepemilikan umum ini negara bertanggungjawab dalam pengelolaan dan  pemanfaatannya. Tidak boleh diberikan pada investor, harus  dikelola negara.
Zakat maal seperti ternak, pertanian, perdagangan, emas dan perak menjadi sumber harta baitul mal yang akan selalu mengalir karena tidak terjerat utang ribawi. Baitul mal sebagai lembaga yang mengelola keuangan negara akan membelanjakannya untuk keperluan negara dan rakyat. Termasuk diantaranya proyek-proyek infrastruktur.
Dengan 3 komponen tersebut kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga sehingga keinginan negara untuk berhutang pada luar negeri dapat dihindari. Dapat dilihat juga bahwa sumber-sumber pemasukan negara didapatkan tanpa membebani rakyat.  Pengambilan pajak hanya akan dibebankan pada rakyat ketika kas baitul mal kosong. 
Sistem yang layak untuk mengakhiri utang ini adalah hanya dengan sistem Islam. Sistem yang diridhoi oleh Allah SWT, Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Thaha ayat 124:
“Siapa saja yang berpaling dari perintahku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”

Wallahualam bisshawab.(*)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.