Header Ads


AKHIR CERITA OMNIBUSLAW CIPTAKER

Oleh: Muh. Irfandhy HR (Ketua BEM Fakultas Hukum Usn Kolaka)


      Pada 5 Oktober 2020, DPR secara resmi telah mensahkan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Tentu pengesahan tersebut menjadi salah satu sumber dari berbagai macam polemik yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini, walaupun kita sedang dalam usaha melakukan perlawanan terhadap covid-19 tetapi hal itu tidak mampu membendung terjadinya banyak protes dari berbagai kalangan. 


Salah satu yang menjadikan Omnibuslaw cipta kerja ini menjadi kontroversi adalah akibat pengesahannya yang dilakukan dalam waktu yang terburu-buru, bagai kisah bandung bendowoso dan 1000 candi. Walaupun  Omnibuslaw cipta kerja ini tak cukup 1000  pasal sesuai presrilis DPR-RI tetapi prosesnya yang begitu cepat dan draftnya pun yang konon tidak di ketahui mana yang asli, menjadi pelengkap dari kesimpangsiuran omnibuslaw ini.


      Terkait dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan, yang menjadi rujukan dan dasar di Indonesia adalah undang-undang No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangan-undangan, dimana pada pasal 1 di sebutkan bahwa pembentukan peraturan perundangan undangan adalah proses pembuatan peraturan perundangan undangan yang pada dasarnya di mulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.


     Dalam konteks negara hukum, undang-undang No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangan-undangan tidak hanya mengatur bagaimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan tetapi juga mengatur bagaimana upaya yang dilakukan warga negara manakala merasa dirugikan dengan adanya suatu produk hukum yaitu dengan melakukuan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan. Termasuk pembatalan UU Cipta Kerja yang menuai kontroversi ini. 


  Mekanisme pembatalan undang-undang juga dapat dilakukan dengan mendesak presiden untuk mengeluarkan PERPPU (peraturan pemerintah pengganti undang-undang), ini banyak diusulkan oleh beberapa pihak, akan tetapi PERPPU disini sifatnya tidak membatalkan, tapi membuat materi muatan Undang-undang baru dalam bentuk Perppu dengan menggunakan kekuasaan Presiden, bila ada hal ihwal kegentingan memaksa. Jadi saya rasa untuk cara yang pertama ini tidak mungkin dilakukan karena undang-undang cipta kerja ini berasal dari usulan pemerintah sendiri.


   Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasca-amandemen, diadakan pembedaan yang tegas antara Undang-undang dengan Peraturan perundangan-undangan di bawah undang-undang. Pembedaan ini tidak identik dengan pembedaan antara legislative act versus executive act. Pasal 24C ayat (1),”Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar”, Sedangkan dalam pasal 24A ayat (1) dikatakan “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi menguji, peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. oleh karena itu, jika dikaitkan dengan dinamika yang ada saat ini, maka upaya yang dilakukan dilakukan untuk menguji undang-undang cipta kerja ini adalah dengan membawa ke Mahkamah Kostitusi. 


   Pengujian atas materi muatan undang-undang adalah pengujian materil, sedangkan pengujian atas pembentukannya adalah pengujian formil. Pengujian materiil (materiile teotsing) merupakan pengujian atas materi muatan Undang-undang sebagaimana yang diatur dalam pasal 51 ayat (3) UU NO. 24 TAHUN 2003, bahwa dalam permohonannya pemohon wajib menguraikan dengan jelas materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang di anggap bertentang undang-undang dasar 1945. Tetapi hingga saat ini draft undang-undang cipta kerja belum kita terima yang katanya akan segera dikeluarkan karena ada beberapa draft yang beredar di masyarakat kemudian dianggap hoax oleh pemerintah sehingga kita masih menunggu draft yang asli itu keluar, sehingga masyarakat Indonesia fokus terhadap draft yang di anggap hoax ini, bukan salah masyarakat jika mempercayai hal tersebut karena seharusnya pemerintahlah mengeluarkan draft undang-undang ini secara resmi bukan seakan di tutup-tutupi sehingga terjadi mosi ketidak percayaan.


Sementara Pengajuan Formil (formeele teotsing) sebagaimana yang diatur dalam peraturan Mahkamah Konstitusi No.06/PMK/2005, bahwa yang dapat di sebut sebagai pengujian formil itu adalah pengujian atas suatu produk hukum, oleh karena itu konsepsi pengujian formil itu bersifat sangat kompleks, secara umum, kriteria yang dapat di pakai untuk menilai konstitusionalitas suatu undang-undang dari segi formalnya adalah sejauh mana undang-undang itu ditetapkan dalam bentuk yang tepat (appopriate from), oleh intitusi yang tepat (priate institution), dan menurut prosedur yang tepat (appropriate procedure). 


Jadi ketiga kriteria ini mencakup pengujian atas pelaksanaan tata cara atau prosedur undang-undang baik dalam pembahasan maupun dalam pengambilan keputusan atas rancangan suatu undang-undang menjadi undang-undang. Pengujian atas bentuk, format, atau struktur. Pengujian yang berkenaan yang berwenang lembaga yang mengambil keputusan dalam proses pembentukan. Pengujian atas hal-hal lain yang tidak termaksud perjanjian materil.


     Jadi menurut penulis, cara yang paling tepat untuk di lakukan saat ini di tengah ketidak pastian draft undang-undang ini kita dapat melakukan uji formil di mana undang-undang Cipta kerja diduga memuat cacat formil. khususnya yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat. Bukan hanya ketidakterlibatan masyarakat, tetapi dalam undang-undang ini juga pembahasannya dilakukan secara terburu-buru serta mengakibatkan ketidakpastian hukum yang ada dalam undang-undang ini serta melanggar mekanisme lembaga yang membuat undang-undang dimana naskah yang telah di sahkan justru malah dapat diubah dan tambahkan kembali. 


Justru yang menjadi ketakutan saat ini adalah masalah kesehatan masyarakat indonesia di masa pandemi saat ini tetapi yang kita liat dimana pemerintah bukannya fokus mengurus dan mengeluarkan kebijakan yang mengenai darurat kesehatan tertapi pemerintah seakan melihat sebelah mata pandemi saat ini malah mempersiapkan percepatan ekonomi serta membuka keran investasi yang menyebabkan keterpurukan UKM lokal, bisa dikatakan bahwa pemerintah sedang memanfaatkan kondisi pandemi Covid-19 untuk memuluskan keluarnya produk-produk hukum.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.