Header Ads


Pembiasan Hijab: Sentimen Kaum Liberal

Oleh: Dita Asareta, S.Sos (Pemerhati Sosial)


Pepatah bijak mengatakan “mengajar anak-anak itu seperti mengukir di atas batu, sedang yang mengajar yang tua itu seperti menggambar di air”.  Pepatah barat mengatakan “monkey see-monkey do”.


Manusia itu takkan bisa netral, bila tak disibukkan dengan kebaikan, ia akan disibukkan dengan keburukan. Sebab, kita adalah kumpulan habits, sesuatu yang kita biasakan dalam hidup kita. Karenanya, wajar bila membentuk citra diri pada anak harus sedini mungkin. Sebab, pelatihan dan pembelajaran itu tidak ada yag instan, semua butuh proses. Akan sangat sulit jika pembentukan kebiasaan itu dilakukan saat anak telah dewasa. Jika sejak kecil si anak tak dikenalkan identitas agamanya, dia tidak akan pernah tahu jati dirinya sebagai seorang muslim atau muslimah, ataupun sebagai orang yang punya peraturan.


Berapa waktu lalu, viral salah satu akun sosial media bercentang biru, @dw_indonesia milik Deutch Welle (DW) asal Jerman yang berada di Indonesia, mengundang kritik dari netizen karena membuat konten mengkritik cara mendidik anak secara islami. Dalam unggahannya tersebut, DW mengulas sisi negatif bagaimana orang tua mendidik anak-anak perempuan mereka dengan memakaikan jilbab. (Gelora.com, 26/09/2020)


Dalam konten tersebut, DW juga mewawancarai seorang psikolog Rahajeng Ika dan seorang feminis muslim Darol Mahmaa tentang dampak bagi anak-anak yang sejak kecil diharuskan memakai jilbab. Rahajeng memberikan pendapat, jika seorang anak memakai sesuatu tapi belum memahami konsekuensi dari apa yang ia kenakan, ditakutkan dikemudian hari dalam bergaul dengan teman-temannya membuat anak-anak merasa kebingungan karena memiliki perbedaan dengan pakaian yang mereka kenakan. Feminis muslim Darol Mahmada sendiri merasa khawatir jika seorang anak ditanamkan memakai hijab sejak kecil. Karena akan berpengaruh pada pola pikir sang anak menjadi eksklusif, “misalnya” berbeda dengan yang lain. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang juga anggota DPR Fadli Zon turut angkat bicara mengenai hal ini. Melalui akun Twitternya, @fadlizon. Ia mengatakan, ini sebuah liputan yang menunjukkan sentimen Islamphobia. Namun pihak DW mengatakan bahwa konten tersebut sudah berimbang. DW juga mendorong kebebasan berpendapat dan diskusi terbuka selama sifatnya adil dan tidak diskriminatif atau berisi hinaan terhadap siapapun (JurnalGaya, 26/9/2020). 


Taat Sejak Dini, Bukan Paksaan Tapi Pembiasaan


Membentuk citra diri pada anak dari kecil adalah tanggung jawab keluarga. Sebelum anak-anak dewasa atau baligh, orang tua berkewajiban menyiapkan anak mengenal agamanya dengan menanamkan citra Islam atau identitas Islam. Agar sebelum baligh anak telah berfikir dewasa, citra diri yang akan terbentuk adalah citra diri yang baik serta mereka tak akan merasa berat dalam menerima beban hukum dan menjalankan hukum syariat. Anak adalah bagian dari amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.

Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari: 2278).


Tak selamanya kebebasan adalah kebaikan. Mengajari anak berhijab sejak dini juga merupakan bentuk dari latihan, bukan paksaan. Ibarat kata ala bisa karena biasa. Membiasakan anak berpenampilan baik sejak kecil khususnya dalam berhijab, setidaknya membiasakan mereka mengetahui batasan-batasan aurat yang tidak boleh ditampakkan dan mana yang boleh ditampakkan. Yang diharapkan, anak dapat memahami dengan siapa saja mereka boleh menampakkan auratnya serta mengajarkan kepada mereka sebagai manusia  yang punya peraturan dan tanggung jawab atas kewajibannya terhadap Rabbnya. Seorang anak yang sudah diajarkan untuk terbiasa menggunakan hijab sejak kecil saja belum tentu bisa istiqamah hingga dewasa, apalagi anak yang baru akan diajarkan menutup aurat ketika mereka sudah dewasa. Wajar bila sejak kecil orang tua ajarkan syariat di dalam Al-Quran. Sebab, tujuannya adalah saling menjaga dari api neraka


Jadi sangatlah keliru ketika ada yang berpendapat membiasakan anak untuk berhijab adalah paksaan. Pernyataan semacam ini merupakan paham liberalisme yang mengusung kebebasan dan terus menerus menyebarkan islamphobia di tengah masyarakat. Menjadikan kebiasaan orang barat sebagai tolak ukur perbuatan. Mengantarkan manusia kapada kehidupan yang hedon dan sekuler. Berpenampilan sesuai keinginan mereka tanpa terikat syariat dan melupakan kewajiban atas konsekuensinya sebagai seorang hamba sehingga melupakan kehidupan akhirat. Karenanya, serangan kaum liberal yang ingin menjauhkan syariah islam kepada anak-anak  harus di-counter oleh umat Islam dengan menanamkan akidah dan keimanan kepada Allah sejak dini kepada mereka. Salah satunya membiasakan dengan berjilbab diusia dini karena jilbab adalah identitas bagi seorang muslimah. Ingat, bukan pemaksaan tapi pembiasaan.


Islam Sebagai Banteng dari Liberalisasi


Di zaman yang serba modern saat ini, orang tua harus berhati-hati dalam mendidik anak karena bisa berakibat fatal jika salah mendidik anak. Sering kita jumpai anak kecil dengan didikan ala budaya asing (Barat) yang terkenal dengan ide kebebasnnya. Mereka lebih menyukai dan bangga mengenakan baju seksi atau pakaian yang lebih terbuka dari pada pakai hijab. Padahal notabene mereka anak-anak muslim. Hal demikian terjadi karena negeri ini memang terjerat arus kapitalisme, memisahkan urusan agama dari kehidupan. Sehingga lahirlah kebebasan walaupun menentang syariat.


Sangat berbeda ketika Islam menjadi sistem suatu Negara. Negara Islam akan menjamin seluruh masyarakat Islam termasuk generasi memiliki kepribadian Islam. Melalui sistem pendidikan dengan kurikulum islam. Negara dapat mengatur tontonan televisi yang disiarkan, konten media sosial maupun konten media yang aman bagi anak-anak juga memberikan batasan pada masyarakat saat keluar rumah, apa saja yang boleh nampak dan yang tidak boleh nampak. Sehingga dengan begitu mampu membantu pribadi-pribadi yang taat. Walhasil, orang tua tak perlu takut terpengaruh dengan ide-ide barisan kaum liberal ini.


Ali bin Abi Thalib RA berkata: “Didiklah anakmu sesuai  dengan jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu”. Artinya, mendidik anak haruslah sesuai fakta atau kondisi. Namun, tidak menjauhkannya dari fitrah Illahiyah untuk tunduk kepada syariat-Nya. Wallahualam bissawab.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.