Menyoal Sektor Pendidikan Bombana terburuk Kedua di Sultra
Oleh : Iven Cahayati Putri (Pemerhati Sosial )
Mewujudkan
pendidikan yang relevan dan berkualitas tinggi, merata dan berkelanjutan,
didukung oleh infrastruktur dan teknologi, itulah salah satu misi Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Misi yang sangat luar biasa, jika
terealisasi maka dapat menjadi jurus jitu untuk memperbaiki dan memperkuat daya
saing SDM Indonesia terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Sayangnnya, misi untuk menyejahterakan pendidikan sudah digaungkan sejak lama
namun faktanya wajah pendidikan masih saja suram.
Seperti yang terjadi
di Kabupaten Bombana, Sultra yang meraih gelar pendidikan yang sangat buruk.
Hal ini dibuktikan dengan raihaan peringkat kedua dari terakhir berdasarkan
akreditasi sekolah. Hal tersebut
diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Bombana, Andi Arsyad. Menurutnya,
berdasarkan penilaian Badan Akreditasi Nasional, Kabupaten Bombana menempati
posisi peringkat terakhir kedua diantaara 17 Kabupaten/Kota di Sulawesi
Tenggara (Sultra) (telisik, 11/3/2021).
Pendidikan di Sistem Kapitalisme
Seiring dengan
perkembangan zaman, wajah pendidikan Indonesia semakin suram. Baik dari mahalnya
biaya pendidikan, kurangnya pelayanan dari tenaga pendidik, sarana dan
prasarana yang tidak memadai, dan faktor lainnya. Mahalnya biaya pendidikan
menjadi salah satu faktor rendahnya pelajar terutama masyarakat kelas bawah.
Ada banyak fakta di masyarakaat yang tidak menempuh pendidikan atau tidak melanjutkan pendidikan hanya karena faktor
biaya. Meski secara teori warga negara berhak untuk menempuh pendidikan dan
negara wajib membiayainya, namun asas Kapitalisme di negeri ini memandang bahwa dasar pendidikan saat ini adalah materi.
Dilansir dari Kendari
pos (12/3/2021) Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bombana, Azhari Usman
menyebutkan, 101 sekolah hingga saat ini belum memiliki akreditasi. Dengan
rincian 60 sekolah masa akreditasinya telah dinyatakan kadaluwarsa, sedangkan
41 lainnya memang belum pernah terakreditasi. Hal ini mengonfirmasikan bahwa
Kapitalisme tidak mampu mewujudkan misi pendidikan kita.
Menurut Francis
Wahono (dalam Komara, 2012), kapitalisme dalam pendidikan merupakan arah
pendidikan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi pabrik
tenaga kerja yang cocok untuk tujuan kapitalis tersebut. Dalam hal ini, kita
dihadapkan pada pilihan antara pendidikan kompetisi ekonomi yang mencari kemenangan
diri dan pendidikan keadilan sosial yang menjamin kemandirian. Pendidikan
ekonomi yang mencari kemenangan diri, akan menciptakan korban yakni mereka yang
kalah berkompetisi, tetapi disisi lain tetap membuahkan keuntungan finansial
bagi yang menang.
Sementara, pendidikan
keadilan sosial yang menjamin kemandirian akan menuntut biaya yang tidak tentu
membuahkan bunga uang atau keuntungan finansial langsung, namun akan lebih
mengangkat banyak orang yang maampu menentukan dirinya sendiri. Dimana hal ini
terdapat dua pilihan, yaitu pendidikan elitis yang meminggirkan yang miskin dan
tak produktif, serta pendidikan yang membebaskan, memberdayakan semua orang
menurut bakat dan keterbatasannya sehingga menjadi orang realis dan kreatif. Akibatnya, banyak dari pelajar negeri ini yang
harus berhenti bahkan tidak mengenyam bangku sekolah sebab tak mendapat
perhatian langsung di sektor pendidikan, yang pada dasarnya bersistem “ilmu itu
mahal.”
Di samping itu, tak
sedikit satuan pendidikan yang minim perhatian, salah satunya tak terakreditasi
sebagaimana terjadi di sektor pendidikan Bombana. Tentu yang menjadi salah satu
alasannya adalah kurang memadainya infrastruktur yang terdapat di lingkungan
sekolah tersebut, dan masih banyak lagi problema krusial yang menimpa sektor
pendidikan negeri Kapitalisme ini yang sudah bisa dipastikan tidak dapat
membuahkan hasil yang gemilang, di antaranya produksi sumber daya manusia yang materialistik
lagi kalah dalam daya saing, ketimpangan dalam pendidikan, serta kemunduran
dalam berbagai bidang lainnya.
Pendidikan Islam Solusi Terbaik
Berdasarkan uraian di atas, tentu kita bisa memahami bahwa pendidikan ala sistem kapitalisme hanya membuat pendidikan Indonesia makin terpuruk. Untuk itu, kita membutuhkan solusi fundamental guna melakukan perbaikan menuju kondisi pendidikan yang menjadi harapan bersama, yakni maju dan berkualitas.
Pendidikan semacam
ini tentu sekadar ilusi jika berharap pada pendidikan Kapitalisme. Akan tetapi,
sistem pendidikan terbaik hanyalah dengan menjadikan Islam sebagai aturan yang
menawarkan solusi tuntas atas setiap problematika umat, termasuk bidang
pendidikan. Dalam bidang pendidikan, Islam telah terbukti kegemilangannya yang
telah melahirkan generasi-generasi terbaik bukan hanya menguasai ilmu dunia namun
juga ilmu agama Allah, para pelajar dan pengajar yang berkualitas, sarana dan
prasarana yang memadai baik dari sekolah/kampus,
perpustakaan, bahkan asrama-asrama. Maka tak heran cetakan-cetakannya adalah
orang-orang hebat yang ahli dalam berbagai bidang.
Islam menjadikan
pendidikan sebagai hajah asasiyyah yang harus dijamin oleh negara. Dalam kitab Al-
Ahkam Ibnu Hazm menjelaskan, bahwa kepala negara (Khalifah ) berkewajiban
menyediakan sarana pendidikan, sistem pendidikan dan menggaji para pendidiknya.
Maka tak heran di abad pertengahan pendidikan Islam menjadi kiblat pendidikan
dunia. Seluruh dunia datang hanya untuk menempuh pendidikan. Dan keberhasilan
pendidikan selama kurang lebih 13 abad karena menerapkan Islam secara
menyeluruh.
Jadi, solusi
pendidikan saat ini hanyalah dengan menjadikan aturan Allah SWT sebagai aturan
dan Allahlah yang mengaturnya di bawah naungan institusi Khilafah dan dipimpin
oleh seorang Khalifah. Islamlah satu-satunya aturan yang diridhoi oleh Allah
SWT yang memiliki tujuan yang jelas agar
pelajar memiliki kepribadian Islam, handal menguasai pemikiran Islam, menguasai
ilmu-ilmu terapam IPTEK, serta memiliki keterampilan tepat dan berdaya guna. Let’s
back to Islam kaffah! Wallahu a’lam bi showwab.(***)
Post a Comment