Header Ads


Racun Liberalisasi Seksual dalam Pendidikan Seksualitas

 


 

Oleh : Rasyidah (Mahasiswa STAI YPIQ BAUBAU)

 

Arus liberalisasi tak kunjung usai. Hal tersebut terus menjadi polemik di negeri mayoritas muslim. Seperti yang di lansir dari CNNIndonesia.com (13/6/2021), Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menyarankan setiap negara di dunia untuk menerapkan pendidikan seksual yang komprehensif, termasuk Indonesia. Rekomendasi ini berdasarkan pada kajian terbaru dari Global Education Monitoring (GEM) Report, UNESCO.

 

Pendidikan seksual mesti dimulai sejak dini. Anak-anak usia lima tahun misalnya, perlu memahami fakta-fakta dasar tentang tubuh mereka, keluarga, hubungan sosial, mengenali perilaku yang tidak pantas dan mengidentifikasi pelecehan. Anak-anak dan remaja juga harus menerima pendidikan seksual komprehensif sebelum menjadi aktif secara seksual.

 

Pendidikan seksualitas komprehensif adalah bagian tak terpisahkan dari pendidikan berkualitas baik, pencapaian hasil kesehatan yang baik dan kemajuan menuju kesetaraan gender," kata Antoninis. Untuk menerapkan pendidikan seksual yang komprehensif itu, laporan UNESCO dan GEM Report ini memberikan lima rekomendasi untuk setiap negara di dunia.

 

Rekomendasi itu meliputi, pertama investasi dalam pendidikan guru, kedua membuat kurikulum yang relevan dan berbasis bukti dan ketiga mengembangkan mekanisme pemantauan dan evaluasi serta memastikan implementasi. Keempat bekerja dengan sektor lain untuk membawa perubahan nyata, khususnya dengan sektor kesehatan untuk menghubungkan sekolah dengan layanan kesehatan dan meningkatkan dana. Adapun yang kelima adalah terlibat dengan komunitas dan organisasi induk untuk mengatasi perlawanan yang tidak berdasarkan fakta.

 

Program global sudah meracuni cara didik orang tua muslim, khususnya di Indonesia sendiri. Telah tampak jelas meracuni pemikiran dan pemahaman dalam keluarga sebagaimana yang telah dilontarkan oleh seorang Aktris Indonesia Yuni Shara.  Ia sempat bicara soal pendapatnya tentang anak-anak dan film porno. Pendapat tersebut disampaikan Yuni Shara dalam wawancaranya bersama Venna Melinda yang kemudian viral. Yuni menjawab kalau dirinya tak mau menjadi orang tua yang kolot dan ingin berpikiran terbuka. Dia juga tak menampik saat ini ada beragam macam konten porno yang bisa diakses dan disaksikan anak-anak (detikNews.com, 26/6/2021)

 

Huru-hara program global tentang liberalisasi seksual tak kunjung terhentikan, justru racunnya  cepat menyebar baik di kanca nasional ataupun internasional. Di era industri 4.0 arus global liberalisasi sangat cepat penyebarannya disebabkan peran dari media membentuk arus utama opini dukungan terhadap liberalisasi seksual yang digaungkan oleh barat.

 

Dalam hal ini, media adalah pemain tunggal dalam menampilkan pengetahuan dan pemahaman terkait liberalisasi seksual sebagai pendidikan  yang disajikan dalam bentuk gambar ataupun video sehinga mudah diakses oleh siapapun, baik kalangan anak-anak, remaja ataupun orang tua.

 

Liberalisasi seksual dianggap sebagai media pembelajaran dalam sistem sekarang ini, dengan mengusung adanya Pendidikan seksualitas komprehensif yakni Pendidikan seksualitas bagian tak terpisahkan dari pendidikan berkualitas baik, pencapaian hasil kesehatan yang baik, dan kemajuan menuju kesetaraan gender.

 

Negara pengadopsi sistem kapitalis-sekuler menjadikan liberalisasi seksual sebagai panutan dalam sistem pergaulan  dalam kehidupan. Standar berfikir dan bertindak tidak lagi memperhatikan baik dan buruknya berdasarkan hukum islam tetapi mengikuti perasaan dan hawa nafsu manusia yakni memakai standar keuntungan manusia saja.

 

Alih-alih PBB dan Global Education Monitoring (GEM)  memberikan  solusi positif kepada negara yakni mendeskripsikan terkait liberalisasi seksual dengan memprogramkan pendidikan seksualitas komprehensuf untuk diterapkan. Namun, hal itu justru menjadikan jurang penyesetan  dalam memberikan solusi pada pendidikan dan kesehatan saat ini.

 

Solusi yang mereka kampanyekan adalah narasi lama yang tak pernah putus, alih-alih untuk memerikan pendidikan dan kesehatan yang berkulitas baik dan kemajuan menuju kesetaraan gender atau persamaaan Hak Asasi Manusia di dunia. Padahal solusi semua itu adalah upaya penyesataan yang pada akhirnya manusia akan keluar dari fitrahnya sendiri.

 

Saat ini, berbagai problem terkait pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi banyak terjadi di tengah umat. Angka kematian ibu yang masih tinggi, penularan penyakit seksual seperti HIV dan lainnya yang makin meningkat, tingginya aborsi, maraknya seks bebas, hingga kehamilan tak diinginkan, menunjukkan buruknya tata kehidupan masa kini. Berbagai problem tersebut, juga menunjukkan buruknya layanan kesehatan yang ada.

 

Semua itu merupakan dampak sistem kehidupan yang diterapkan saat ini, yaitu sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini membiarkan manusia berbuat sekehendak hatinya mengikuti hawa nafsunya, baik pada tataran individu maupun para pejabat dan penguasanya

 

Akar persoalannya tak lain adalah tidak adanya penerapan hukum Islam. Yang diterapkan justru sistem sekuler demokrasi yang meniscayakan hukum dibuat oleh manusia.  Konsekuensinya, hukum akan berubah-ubah sesuai dengan kepentingan para pembuatnya dan manfaat materi yang mereka lihat. Tidak heran apabila yang benar menjadi salah, dan perkara salah menjadi benar. Hukum dapat diperjualbelikan. Semuanya demi uang.

 

Demokrasi juga menjamin kebebasan berperilaku, kebebasan berhubungan seksual, homoseksual, lesbianisme, dan sebagainya, yang mereka anggap sebagai bagian dari HAM. Semua itu berujung pada ketidakjelasan keturunan, perselingkuhan, broken home, keterputusan hubungan kekeluargaan, serta merebaknya berbagai penyakit kelamin dan AIDS. Kejadian-kejadian demikian tidak hanya merugikan kaum muslim melainkan seluruh manusia.

Allah Swt. telah mengingatkan kita dengan firman-Nya,

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (TQS: Ar Ruum: 41)

 

Berbeda halnya dengan Islam. Islam menuntun negara menjadi penjaga moralitas, menerapkan aturan Islam sebagai pijakan/ukuran baik-buruk yang harus diadopsi oleh semua pihak.

Islam mensyariatkan nikah dan mengharamkan perzinaan, termasuk di dalamnya penyimpangan perilaku yaitu LGBT. Menetapkan berbagai sanksi hukum terhadap para pelakunya, baik hukum cambuk, rajam dan yang lainnya sebagai sanksi keras bagi mereka. Hal tersebut dapat menjaga keturunan manusia.

 

Maka kerusakan yang ada di langit dan di bumi ini akibat ulah dan dosa manusia. Agar bisa selamat, kita harus kembali ke jalan Allah, jalan Islam. Jangan sampai, diberi segala kebutuhan hidup oleh Allah, namun tidak mau berhukum dengan hukum-Nya.

 

Pemberlakuan aturan Islam secara sempurna juga menjamin terwujudnya persamaan hak dan keadilan. Keadilan identik dengan Islam. Sebaliknya, kezaliman adalah lawan dari Islam. Karena itu, mendambakan keadilan tanpa Islam jelas mustahil. Itulah makna Islam menebar rahmat bagi semesta alam. Semuanya itu hanya terwujud dengan diterapkannya Islam secara kafah.

Wallahu ‘alam biash-shawab.(**)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.