Header Ads


Sistem Pemerintahan Nabi, Benarkah Tak Boleh Dicontoh?

 


Oleh Wa Ode Selfin (Pegiat Literasi Baubau)

 

Belum lama ini sebuah pernyataan dari pejabat pemerintah begitu mengusik umat Islam. Pasalnya pernyataan ini bukan kali pertama memunculkan kontraversial. Sebelumnya sempat menjadi buah bibir di masyarakat berkenaan dengan pernyataannya "Indonesia bukan negara agama juga bukan negara sekuler".

Dilansir dari Suara.com (08-04-2022), Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kembali menegaskan bahwa mendirikan negara seperti sistem yang dibangun Nabi Muhammad itu haram dan dilarang. Hal itu sekaligus menjawab Imam Masjid Islamic Center New York Syamsi Ali atau Imam Shamsi Ali yang mengkritik pernyataan Mahfud MD itu dalam sebuah ceramah tarawih.

Lebih lanjut, menurut Mahmud MD, mendirikan sebuah negara hukumnya adalah wajib karena dengan adanya negara tujuan beribadah akan tercapai. "Jika untuk beribadah tak bisa dilakukan dengan baik kalau kita tak punya negara maka mendirikan negara itu wajib". Namun, mendirikan "sistem" bernegara seperti yang didirikan Nabi Muhammad itu dilarang (haram) bahkan bisa murtad. Sebab negara yg didirikan Nabi itu kepala negaranya (eksekutif) Nabi, Pembentuk aturan hukum (Legislatif) Allah dan Nabi, dan yang menghakimi atas kasus konkret (yudikatif) adalah Nabi sendiri. Mengapa pernyataan-pernyataan semacam ini seringkali berulang? bahkan tidak jarang memunculkan polemik antar umat Islam.

Pernyataan Sekularistik dan Pragmatis

Pernyataan ini sangat  meresahkan, terlebih lagi dilontarkan oleh pejabat publik. Berbahayahnya apabila diitelan mentah-mentah oleh mereka yang tak paham akan pengaturan Islam terkait konsep bernegara. Bahkan semakin mengokohkan penentangan terhadap  orang-orang yang selama ini berupaya menjadikan Rasulullah SAW. sebagai satu-satunya teladan dalam segala aspek kehidupan.

 Dr. M. Sjaiful, S.H., M.H. dari Indonesia Justice Monitor (IJM) mengatakan bahwa itu merupakan pernyataan yang sekularistik dan pragmatis. “Apa yang dilakukan itu merupakan manifestasi dari pernyataan sekularistik dan pragmatis,” tuturnya dalam acara Kabar Petang: Koreksi untuk Prof. Mahfud MD Soal Haram Mendirikan Negara Seperti Nabi, Kamis (7/4/2022) di kanal YouTube Khilafah News. Sjaiful menyebut sekularistik, karena seolah-olah ada ungkapan memisahkan antara kehidupan kenegaraan, kehidupan sosial dengan kehidupan agama. “Sementara Islam sebagaimana yang dibawa oleh Baginda Rasulullah adalah Islam yang terwujud dalam semua aspek kehidupan termasuk kehidupan kenegaraan, kehidupan politik dan ekonomi,” ujarnya.

 

Ia juga menyebutkan pernyataan itu pragmatis, karena meminggirkan kehidupan agama dalam realitas sosial. “Saya katakan ini adalah pernyataan pragmatis karena pernyataan yang sangat jauh untuk meminggirkan kehidupan agama dalam realitas sosial,” (Mediaumat.id, 09/04/2022).

Pernyataan ini lebih lanjut seolah memonsterisasi sistem Pemerintahan Islam yakni Khilafah Islamiyah. Tafsir tunggal hanya dari pihak pemerintah, sehingga menutup ruang-ruang diskusi dengan kelompok yang mendakwahkannya. Pernyataan pejabat pemerintah ini semakin menegaskan dukungan terhadap sistem pemerintahan sekuler, yang secara tegas menolak sistem pemerintahan yang dicontohkan rasul, dengan dalih karena kita bukan nabi, atau karena nabi sudah  meninggal, atau karena kita tidak mampu menyamai nabi,  dan lain-lain. Memang benar bahwa kita hidup di zaman yang hari ini sudah tidak ada lagi nabi, dan meyakini pula nabi Muhammad SAW. adalah penutup para nabi dan rasul, tidak ada lagi nabi setelah Rasulullah. Namun, kendati demikian bukan berarti kita tidak boleh mencontohi Rasulullah. Bahkan menjadi konsekuensi keimanan adalah menjadikan Rasulullah SAW. sebagai satu-satunya suri teladan dalam seluruh lini kehidupan. Lantas, sudahkah negeri tercinta kita menerapkan syariat secara total.

Jika kita menelisik kesalahan mendasar dari pandangan demikian adalah tersebab memahami  bahwa apapaun sistem nya asal maqayyid as-syar'i (tujuan syariat) dapat tercapai. Padahal Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Politik dan Islam adalah seperti saudara kembar yang tidak bisah terpisah satu sama lain. Namun sayangnya, sistem pemerintahan kapitalisme (demokrasi)  yang sedag bercokol di negeri ini adalah sistem warisan para penjajah, yang mengebiri peran agama dalam kehidupan, membatasi hanya pada ranah ibadah mahdho semata

Sistem Islam Maslahat untuk Manusia

Sistem pemerintahan Islam yang diwariskan Rasulullah adalah sistem yang independensi tanpa campur tangan dan bayang-bayang kepentingan para kapitalis, yakni Khilafah Islamiyah. Sistem yang mampu menunjukkan eksistensinya selama puluhan abad lamanya, meski penyebutannya memiliki konotasi seperti Imamah, Sultaniyah atau Khilafah, yang menggambarkan kepemimpinan umum atas seluruh kaum muslimin. Sehingga dengan sistem kepemimpinan Islam inilah seluruh syariat Islam dapat terterapkan. Namun demikian selama sistem milik penjajah masih eksis di negeri ini, maka sudah dapat dipastikan hukum syariah dapat terimplementasi secara total. Sebagaimana yang disampaikan Allah SWT. dalam firmannya "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah" (TQS. Al-Azab [33]: 21).

 

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.