Header Ads


IKN Lanjut Terus, Rakyat Kapan Diurus?

Eka Dwi (Pegiat Literasi)

 

Sesuatu yang baru memang sangat mengesankan. Seperti kendaraan baru, pakaian baru, rumah baru, dan lain sebagainya. Semua yang identik dengan baru begitu enak dipandang mata. Apalagi jika itu ibu kota baru. Dari Jakarta sebentar lagi akan melancong ke Kalimantan Timur. IKN Nusantara kini jadi sentral atensi.

 

Santer terdengar, pemerintah terus meningkatkan intensitas pembangunan IKN Nusantara. Bahkan baru-baru ini, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono setelah melakukan pertemuan dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin), memutuskan untuk menyiapkan Badan Usaha Milik Otorita IKN khususnya dalam menangani aspek kepengusahaan. Badan ini nantinya akan membantu menarik investor, guna membentuk iklim usaha yang baik (Kompas.com, 4/10/22).

 

Tak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan regulasi pendukung, Rancangan Peraturan Pemerintah berupa intensif fiskal maupun nonfiskal bagi para investor dan pelaku usaha. Regulasi ini akan difinalisasi dalam waktu dekat.

 

Kemudian, pemerintah juga rencananya akan melakukan dialog terbuka sounding market di pertengahan oktober. Hal tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti sosialisasi peluang investasi oleh Badan Otorita IKN bersama Kadin.

 

Tak ayal, Bambang menyebut yang paling penting dalam penyiapan IKN adalah terciptanya kota masa depan yang green, smart, inclusive, resilient, dan sustainable (Republika.co.id, 5/10/22).

 

IKN Tak Terbendung, Rakyat Makin Buntung?

 

Meski sempat tenggelam dengan beragam kasus yang terjadi di negeri tercinta, pro dan kontra IKN terus bergulir. Sejak digaungkannya rencana perpindahan ibu kota ini, berbagai pihak menolak dan menganulirnya.

 

Mereka menyayangkan keputusan pemerintah untuk tetap melanjutkan pembangunan IKN. Jika kita telisik lebih jauh, sumber dana awal IKN (2021) diambil dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha sekitar 54,2%, investasi swasta dan BUMD/N 26,4%, dan APBN 19,4%.

 

Namun, di tengah jalan, sejumlah investor angkat kaki dan menutup kran investasinya di awal tahun 2022, seperti SoftBank Group Corp. Hal ini tentu merubah skema pembiayaan IKN. Dan benar saja, versi terbaru presentase sumber dana IKN menjadi 53,3% dari APBN, dari kerja sama pemerintah dan badan usaha serta investasi swasta dan BUMD/N sebesar 46,7%.

 

Dengan presentase tersebut, menunjukkan bahwa lagi-lagi pembiayaan dibebankan pada APBN. Hal ini tentu akan menguras belanja negara yang berpotensi pada peningkatan jumlah utang sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara.

 

Kondisi ini diperparah dengan banyaknya elemen dan infrastruktur lainnya yang akan ditambahkan. Belum lagi penyediaan intensif bagi pelaku usaha dan investor. Selain itu, tidak ada jaminan dengan pembiayaan yang begitu besar murni tanpa permainan. Jika IKN terus dilanjutkan, maka akan sangat mengkhawatirkan keuangan negara.

 

Padahal Ahli ekonomi dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA), Muhammad Hatta, S.E., M.M. sudah mewanti-wanti bahwa pemindahan IKN lebih baik dihentikan. Menurutnya, proyek IKN ini sangat tidak layak untuk dilanjutkan. 

 

Sejalan dengan ini, Dedi Kurnia Syah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IP), mengatakan bahwa pemerintah telah gagal mengelola APBN. Pemerintah mengaku sanggup membangun IKN, namun di sisi lain mencabut subsidi BBM karena dianggap terbebani (rmol.id, 9/9/22).

 

Acapkali argumentasi pemerintah tak sejalan harapan rakyat. Tidak salah jika banyak pihak menganggap pemerintah inkonsistensi bahkan dinilai berbisnis dengan rakyatnya.

 

Maka, alangkah lebih bijak jika pemerintah sebaiknya melakukan penundaan proyek IKN. Lalu mengalihfungsikan pembiayaan pembangunan kepada kasus yang lebih krusial.

 

Negara semestinya hadir sebagai problem solver terhadap kesulitan  hidup rakyat. Betapa banyak problem yang tengah di hadapi rakyat saat ini. Misal, kenaikan BBM yang berimbas pada naiknya harga bahan pangan, bencana banjir, perundungan, maraknya pembunuhan, krisis moral, hingga tindakan asusila oleh generasi muda, bahkan masalah hukum terkait hilangnya ratusan nyawa dalam tragedi Kanjuruhan perlu perhatian negara. Belum lagi ancaman resesi yang semakin menganga.

 

Islam Solusi Tuntas

Keberpihakan negara kepada pembangunan IKN yang sarat akan investor dan pengusaha, semakin membuka mata kita bahwa negara memang tidak mementingkan rakyatnya. Padahal negara patut bertanggungjawab penuh atas rakyatnya. Bukan malah membiarkan rakyatnya berjalan sendirian.

 

Semua ini terjadi sebab asas manfaat, buah dari sistem kapitalisme yang masih bercokol. Dengan asas ini, negara dengan rakyatnya sebatas hubungan bisnis untung dan rugi, tidak lebih.

 

Sungguh jauh berbeda dengan Islam. Dalam Islam, negara berkewajiban menjamin segala kebutuhan rakyatnya. Bukan hanya infrastruktur atau kenyaman ibu kota baru yang mungkin saja berdampak kecil bagi rakyat, tapi menyelesaikan seluruh kesulitan rakyat.

 

Terpenuhinya kebutuhan rakyat adalah goal yang utama bagi seorang kepala negara. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : seorang iman (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Karena itu, negara perlu mewawas diri. Harapan terurusnya rakyat hanya bisa terwujud jika Islam diterapkan. Kini saatnya campakkan sistem kapitalisme yang nyata-nyata tidak memihak kepada rakyat sedikitpun.

 Wallahu a'lam bishshowab.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.