Header Ads


Penjara Penuh Butuh Solusi Ampuh


Siti Eva Rohana, S.Si (Pengajar)

Meningkatnya kriminalitas di negeri yang terkenal ramah penduduknya perlu menjadi sorotan. Fakta mengejutkan tingginya angka kriminalitas membuat jumlah para napi di lapas Baubau over kapasitas.  Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Baubau, Herman Mulawarman, mengatakan saat ini Lapas Baubau telah menampung 554 orang napi, yang seyogianya diperuntukan hanya 196 orang dengan 32 ruangan. Ratusan napi itu berasal dari sejumlah daerah. Mulai dari Baubau, Buton, Bombana, Buteng dan Busel. (butonpos.fajar.co.id/2022/09/12)

Sempitnya lapas membuat para napi mengeluh, sehingga Ka Lapas Baubau berharap agar pemerintah setempat dapat menyediakan bangunan baru dengan ruangan yang cukup luas dan kamarnya banyak. (publiksatu.co/2022/09/12)

Ketidaktercukupan ruang penjara menjadi bukti bahwa angka kejahatan meningkat tajam. Rasa-rasanya setiap hari kabar Indonesia tidak pernah absen dari kasus kejahatan. Pelecehan, pencurian, kekerasan, hingga pembunuhan terus bermunculan. Kesulitan hidup membuat emosi mudah tersulut, pikiran tak lagi jernih, apapun bisa dilakukan untuk mewujudkan keinginan atau sekedar memenuhi kebutuhan.

Selain kesulitan hidup, meningkatnya kriminalitas menjadi bukti Indonesia gagal menciptakan lingkungan yang aman bagi warganya. negarapun telah gagal mencegah dan menindak kriminalitas secara efektif. Bagaimana tidak, hukum yang diberlakukan tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Penjara bukan lagi menjadi tempat yang ditakuti tapi beralih fungsi menjadi sarang kejahatan baru.

Maka seharusnya jika penjara penuh, bukan ruangan atau fasilitas yang ditambah tetapi pemerintah harus bertindak menemukan cara meminimalisir angka kriminalitas.

Banyaknya pelaku kejahatan bermula dari kehidupan masyarakat yang jauh dari aturan agama. Bukan mendidik masyarakatnya menjadi manusia yang bertaqwa, adanya kehidupan sekuler hanya mampu menghasilkan manusia yang rusak. Mereka dibiarkan melakukan kemaksiatan hingga perilaku kriminal terus berkembang. Ditambah beban kehidupan yang kian mencekik membuatnya tidak segan untuk melakukan tindak kejahatan.

Sistem peradilan didalam hukum sekuler demokrasi juga sangat lemah dan tidak tegas. Pelaku hanya ditindak sesuai kejahatannya dan tidak ada langkah preventif yang dapat mencegah tindak kriminal secara sistematis. Belum lagi banyak kasus kejahatan yang bisa dibeli dengan uang. Hukum dapat berubah-ubah sesuai kepentingan dan manfaat materi yang dilihat. Maka tak heran jika banyak ditemukan kasus kejahatan, namun pelaku mendapat hukuman ringan atau bahkan dibebaskan dari hukuman.

Inilah dampaknya ketika pembuat hukum diserahkan kepada manusia. Halal dan haram tidak menjadi standar penilaian. Semua dilihat berdasarkan manfaat. Oleh karenanya benar jika sistem demokrasi disebut sebagai sistem cacat, keberadannya hanya bisa memberikan banyak kerusakan bagi kehidupan.

Langkah yang tepat untuk membersihkan berbagai macam kerusakan adalah dengan membuang sistem demokrasi sekuler yang menjadi biang keladi sumber kerusakan dan menggantinya dengan sistem Islam. Satu-satunya sistem yang bisa menyelesaikan persoalan kehidupan, memberikan rasa aman, dan mencegah serta melindungi setiap warganya dari perilaku kejahatan.

Sistem Islam adalah sistem paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Tidak ada satupun persoalan yang luput dari solusi Islam. Setiap individu akan dibina untuk menjadi pribadi yang bertaqwa sehingga mereka akan memiliki rasa takut dan enggan melakukan kejahatan. Mereka akan memahami bahwa tindak kejahatan adalah perilaku tercela. Perilaku tercela adalah perilaku yang dicela oleh Asy-Syari’. Oleh karenanya Saat syari’at menetapkan suatu perbuatan itu tercela, maka perbuatan tersebut adalah kejahatan tanpa memandang lagi tingkat tercelanya, dan telah dianggap sebagai dosa yang harus dikenai sanksi. . (al-Maliki, Abdurrahman. (1990). Nizham al-Uqubat. Beirut Lebanon: Dar al-Ummah. hlm. 5)

Selain pembinaan, sistem Islam juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan bagi seluruh warganya. Negara menjamin kebutuhan hidup yang layak dan tercukupi. Hal itu terangkum dalam kebijakan ekonomi Khilafah dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan penyediaan lapangan kerja. Orang tidak akan mudah berutang lantaran kekurangan kebutuhan atau berdalih melakukan kejahatan karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Jika ditemukan kejahatan maka sistem Islam akan memberlakukan hukum pidana yang tegas dan berefek jera. Salah satunya negara bisa memberlakukan hukum penjara bagi pelakunya.  

Penjara dalam Sistem Islam

Dalam pandangan Islam, penjara merupakan salah satu jenis takzir, yaitu sanksi yang kadarnya ditetapkan Khalifah. Dalam buku Sistem Sanksi dalam Islam karya Syekh Abdurrahman al-Maliki dijelaskan bahwa pemenjaraan memiliki arti mencegah atau menghalangi seseorang untuk mengatur diri sendiri. Artinya, ia diberi batasan dalam melakukan aktivitas. Ia hanya diberi kebebasan beraktivitas sebatas keperluan asasnya sebagai manusia, seperti makan, minum, buang air, dan istirahat.

Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya telah memberikan contoh cara memberikan sanksi pidana berupa pemenjaraan. Penjara pada masa Rasulullah tidak berbentuk tempat khusus, hanya berupa pengikatan di pagar. Barulah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra. terbentuk penjara pertama di Makkah. Penjara tersebut merupakan rumah dari Shafwan bin Umayyah yang dibeli seharga 4.000 dirham.

Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya juga membangun langsung tempat yang disebut sebagai Penjara Nafi’. Namun, bangunannya yang tidak kokoh menyebabkan banyak tahanan melarikan diri. Kemudian dibangunlah kembali penjara yang bernama Mukhayyis dan disebut sebagai bangunan penjara (bukan rumah) pertama dalam sejarah Islam.

Penjara adalah tempat menghukum para pelanggar dan pelaku kriminal, maka fungsinya harus memberi rasa takut dan cemas. Lampu tidak boleh terang, tidak boleh ada alat komunikasi atau hiburan. Semua diperlakukan sama, baik dari kaya atau miskin.

Para napi tetap diperlakukan secara manusiawi, tetapi tidak mengistimewakannya. Dalam Islam, hak-hak napi sebagai manusia tetap terpenuhi. Pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid, para napi dibuatkan pakaian khusus sesuai musimnya, bahkan kesehatan mereka diperiksa secara berkala.

Contoh nyata yang telah digambarkan tentang keluarbiasaan sistem Islam tersebut seharusnya mendorong kita untuk bersegera mengambil langkah mengakhiri dan membersihkan negeri ini dari segala bentuk kejahatan dengan mengambil solusi Islam secara keseluruhan. Wallahualam

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.