Header Ads


Kritik Akademisi: RUU Kesehatan dan Kepentingan Oligarki

Ilustrasi sistem informasi kesehatan


IndonesiaNeo.com --- Sebuah RUU Kesehatan baru-baru ini disahkan menjadi undang-undang, namun hal ini tidak luput dari kritikan dan sorotan tajam dari akademisi Dr. Muhammad Uhaib As'ad. Menurutnya, RUU Kesehatan ini sulit dilepaskan dari kepentingan kelompok elit atau oligarki yang berkuasa.

Dalam acara "Perspektif: Kontroversi UU Kesehatan Ditunggangi HTI-FPI atau Oligarki??!!" di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Dr. Uhaib menyatakan bahwa RUU Kesehatan ini tidak benar-benar mewakili kepentingan publik, melainkan lebih cenderung mewakili kepentingan aktor politik dan partai tertentu.

Menariknya, enam partai di DPR yang dekat dengan rezim turut serta dalam pengesahan RUU tersebut, sedangkan satu partai, yaitu Nasdem, menerima dengan catatan. Sementara itu, Demokrat dan PKS menolak RUU tersebut. Dr. Uhaib menyoroti bahwa pengesahan RUU ini tampak terburu-buru, mungkin karena rezim yang saat ini berakhir ingin segera menyelesaikan hal ini. Padahal, undang-undang ini berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat Indonesia.

Sebelumnya, RUU kesehatan ini telah mendapatkan banyak kritikan dan penolakan dari berbagai kalangan, termasuk para pakar, akademisi, dan bahkan tenaga medis serta dokter, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Namun, narasi yang menghubung-hubungkan penolakan tersebut dengan HTI dan FPI dianggap tidak relevan oleh Dr. Uhaib.

Menurutnya, hampir semua kebijakan yang dihasilkan oleh rezim saat ini cenderung mengandung cacat hukum atau sosial, bahkan seringkali kontroversial dan mendapatkan resistensi dari masyarakat. Dia menyoroti pentingnya proses pembuatan kebijakan yang lebih akademik dan rasional, seperti yang terjadi pada RUU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba. Ada kekhawatiran bahwa dalam pembuatan kebijakan, kepentingan kelompok bisnis dan aktor tertentu bisa mendominasi prosesnya.

Dr. Uhaib berpendapat bahwa kepentingan publik harus menjadi prioritas utama dalam pembuatan kebijakan, karena kebijakan tersebut akan berdampak langsung pada banyak rakyat, bukan hanya sekelompok orang tertentu. Seharusnya proses public policy making menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan, sehingga lebih inklusif dan memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam menghadapi isu kesehatan yang menjadi prioritas penting, penting bagi pemerintah untuk lebih membuka diri terhadap kritik dan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan, sehingga keputusan yang diambil dapat lebih representatif dan mampu mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara luas. Dengan demikian, RUU Kesehatan dan kebijakan lainnya dapat benar-benar mengakomodasi kepentingan publik dan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia. [IDN]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.