Fantasi Sedarah: Keluarga Hilang Arah, Selamatkan dengan Syariah
"Keluarga
adalah kompas yang memandu arah. Ia adalah inspirasi untuk mencapai puncak,
yang menghibur saat kita goyah." Brand Henry
Begitulah
seharusnya keluarga, tempat kembali di kala sepi, tempat ternyaman dan
perlindungan dari kerasnya dunia. Namun, berita tentang keberadaan grup
Facebook Fantasi
Sedarah telah menunjukkan fakta bahwa keluarga tak selamanya
menjadi tempat ternyaman. Grup Fantasi Sedarah, yang telah
diikuti oleh 40 ribu pengguna media sosial, terang-terangan mengaku telah
melakukan tindakan inses, yaitu hubungan seksual antara dua orang saudara
kandung. Tanpa rasa bersalah, bahkan merasa bangga dan menceritakan tindakannya
kepada anggota grup lainnya. Seorang ayah pun berani memosting foto anaknya
yang berusia dua tahun, dan mengaku rela menunggu untuk “memainkan” anaknya
demi mendapatkan fantasi yang diinginkan.
Astaghfirullahalazim, sesak dada ini melihat realitas yang
menjijikkan—tak masuk akal, namun sudah banyak yang menjadi korban. Ke mana
lagi jiwa ini mencari tempat berlindung, jika keluarga sebagai
"rumah" ternyata menjadi tempat paling berbahaya? Anggota keluarga
bukan lagi menjadi penolong, tetapi sudah menjadi predator kejahatan.
Keberadaan grup Fantasi Sedarah
merupakan realitas keluarga yang telah hilang fungsinya hingga jatuh ke taraf
terendah. Kehidupan di dalam keluarga, yang seharusnya dilindungi oleh cinta
kasih, telah berubah menjadi tempat pelampiasan birahi.
Sejauh ini, Polri telah menetapkan enam
tersangka yang berperan mengunggah konten inses di grup Facebook Fantasi
Sedarah dan Suka Duka. Direktorat
PPA-PPO juga telah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA) serta pemerintah daerah dalam rangka pemulihan para
korban, yang meliputi pendampingan psikologis, hukum, rehabilitasi medis dan
sosial, serta penyediaan rumah aman apabila diperlukan (news.republika.co.id,
18/5/35).
Namun, realitas yang menjijikkan itu
sebetulnya tidak lagi bisa diselesaikan hanya dengan sanksi hukum dan sosial
bagi pelaku, atau melalui edukasi dan seminar parenting untuk mencegah
masyarakat melakukan hal serupa.
Jika kita telusuri, realitas tersebut
muncul akibat kehidupan sekularisme yang telah memisahkan agama dari kehidupan.
Sekularisme inilah yang melahirkan sistem kapitalisme, sistem kehidupan yang hanya
mengedepankan kepuasan materi semata.
Dalam kitab Ijtima'i
karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani disebutkan:
"Pandangan
orang-orang Barat penganut ideologi kapitalis dan orang-orang Timur penganut
ideologi komunis terhadap hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang
bersifat seksual semata, bukan pandangan dalam rangka melestarikan jenis
manusia. Karena itu, mereka sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan
pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam
rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata untuk mencari kepuasan. Mereka
menganggap tiadanya pemuasan naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia,
baik bahaya fisik, psikis, maupun akalnya."
Pandangan tersebutlah yang menyebabkan
banyak bermunculan konten-konten pembangkit syahwat, baik dalam bentuk tulisan
maupun video. Aktivitas pemicu syahwat seperti ikhtilat
atau campur baur antara pria dan wanita tanpa adanya keperluan telah menjadi
gaya hidup dalam masyarakat kapitalis. Padahal, semua aktivitas ini merupakan
penyebab terbentuknya pemikiran dan fantasi kotor serta merusak gharizah
nau'.
Gharizah
nau' diciptakan Allah
SWT agar manusia dapat melestarikan keturunannya. Allah SWT berfirman:
"Dan
di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia
menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang." (QS. Ar-Rum: 21)
Manifestasi
gharizah
nau' adalah munculnya rasa cinta dan kasih sayang yang dibutuhkan dalam
hubungan orang tua dan anak, suami dan istri, saudara, maupun sesama manusia.
Semuanya diatur agar berjalan baik sesuai dengan fitrah manusia.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW
bersabda:
"Sesungguhnya
orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat
seperti bintang yang muncul dari timur atau bintang dari barat yang
berpijar-pijar. Lalu ada yang bertanya, 'Siapa mereka itu?' Mereka itu adalah
orang-orang yang saling mencintai karena Allah 'Azza wa Jalla." (HR. Ahmad)
Dengan
konsep yang benar, maka hubungan rasa kasih sayang dalam keluarga akan dibangun
dengan cara yang tepat sesuai perintah Allah SWT. Ayah dan ibu menyayangi
anak-anaknya, karena anak adalah amanah yang dititipkan kepada mereka untuk
dididik menjadi anak yang saleh dan salehah.
"Wahai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim: 6)
Sementara
anak akan mencintai orang tua dan saudara kandungnya semata karena keimanan.
"Dan
sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat..." (QS. An-Nisa: 36)
Kehidupan
keluarga dan masyarakat yang menjadikan Al-Qur'an sebagai standar amal akan
menghasilkan hubungan yang baik. Tidak mungkin ada peristiwa inses, karena itu
termasuk dosa besar. Pihak keluarga dan masyarakat akan sama-sama memandang
perbuatan tersebut sebagai sesuatu yang hina, tercela, dan menjijikkan. Namun,
pandangan ini akan bersifat personal jika tidak diterapkan dan dijaga oleh
negara.
Oleh karena itu, Islam menjadikan negara
sebagai pelaksana syariat dan penjaga (junnah) bagi masyarakatnya.
Negara harus benar-benar memastikan sistem pergaulan berjalan sesuai dengan
syariat dari level masyarakat hingga individu. Negara harus memastikan tidak
ada konten yang merusak atau aktivitas yang dapat memicu pelampiasan syahwat
dengan cara yang salah. Dengan begitu, pandangan terhadap inses tidak akan
menyebar, bahkan tidak akan muncul dalam kehidupan masyarakat.
Wallahu
a’lam bishawab.
Post a Comment