Header Ads


Filisida Maternal dalam Sistem Kapitalisme

Oleh: Maya Dhita*)


IndonesiaNeo, OPINI - Meski bukan pertama kalinya terjadi, berita bunuh diri seorang ibu setelah menghabisi nyawa anaknya selalu meninggalkan duka yang mendalam. Di Bandung, seorang wanita nekat mengakhiri hidupnya setelah membunuh kedua anaknya. Sebuah surat wasiat ditemukan, berisi ungkapan ketidakmampuan menghadapi tekanan hidup, kelelahan lahir batin, serta permintaan maaf kepada keluarga dan kedua anaknya. Dari keterangan rekan kerja suaminya, diketahui bahwa sang suami terlilit utang akibat judi online dan memiliki pinjaman daring dengan nominal besar (bbc.com, 10-9-2025).

Kasus bunuh diri seorang ibu—atau dikenal dengan istilah filisida maternal—kian marak terjadi. Fenomena ini semakin sering muncul di beranda media sosial.

Secara etimologis, istilah filisida berasal dari bahasa Latin, filius yang berarti anak, dan cide (dari kata caedere) yang berarti membunuh. Dengan demikian, filisida didefinisikan sebagai pembunuhan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Dari banyaknya kasus filisida, jumlah terbesar dilakukan oleh ibu (maternal filisida) dibandingkan ayah (paternal filisida). Fenomena ini terjadi di berbagai negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia.


Penyebab Filisida Maternal

Filisida maternal memang tidak dapat dibenarkan. Namun, tidak adil jika kasus ini hanya dipandang dari sisi kriminalitas tanpa mengungkap faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Dari berbagai kasus yang pernah terjadi, dapat ditarik benang merah mengenai penyebab utama filisida maternal.

Pertama, faktor kesehatan mental ibu. Seorang wanita rentan mengalami depresi, stres berat, atau gangguan mental yang tidak terdeteksi. Hal ini dipicu oleh ketidakstabilan hormon yang memengaruhi suasana hati, terutama pada masa menstruasi, kehamilan, melahirkan, hingga menopause.

Kedua, faktor tekanan ekonomi. Tekanan ekonomi merupakan beban terbesar bagi seorang ibu. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok keluarga—sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan—menjadi pencetus utama. Situasi semakin buruk apabila ditambah utang menumpuk serta ketidakmampuan kepala keluarga mengatasi masalah keuangan.

Ketiga, kurangnya dukungan sosial dan keluarga. Ketika seorang ibu menghadapi masalah tanpa dukungan sosial maupun perhatian dari pasangan, ia akan merasa sendiri. Rasa terasing inilah yang kerap memperparah kondisi psikologisnya.

Namun, dari berbagai penyebab di atas, akar masalah sebenarnya lebih kompleks, yakni terkait sistem yang berlaku.


Gagalnya Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme gagal mengatasi masalah filisida maternal karena enggan menelaah akar persoalan. Pemerintah cenderung fokus pada solusi praktis dan pragmatis untuk menutupi gejala, alih-alih menyelesaikan penyebab utama.

Kapitalisme tidak menyediakan ruang aman bagi kesehatan mental wanita. Tekanan ekonomi, lemahnya dukungan sosial, dan rapuhnya peran keluarga membuat wanita rentan mengalami gangguan psikologis.

Ketidakmampuan kepala keluarga mencukupi kebutuhan rumah tangga juga merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang gagal menyediakan lapangan pekerjaan layak. Biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal semakin menambah penderitaan, sebab keduanya dijadikan komoditas.

Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah pun tidak dijalankan secara mandiri. Pemerintah justru menyerahkannya kepada pihak asing, sementara negara lebih memilih mengandalkan pajak dan pinjaman luar negeri. Akibatnya, rakyat semakin tercekik, yang miskin kian miskin, dan kaum wanita menjadi pihak paling terdampak karena harus memutar otak mengatur keuangan rumah tangga.

Di sisi lain, ketidakmampuan pemerintah menegakkan aturan pergaulan pria dan wanita melahirkan banyak perselingkuhan, terutama dari pihak suami. Hal ini juga menjadi salah satu pemicu gangguan mental yang berujung pada filisida maternal.


Islam sebagai Solusi

Islam menempatkan wanita pada posisi mulia. Islam menjamin kondisi seorang wanita—meski dengan fluktuasi hormonalnya—tetap aman dan terjaga. Sebagai ibu, perasaannya dijaga agar bahagia tanpa terbebani hal-hal di luar tanggung jawabnya.

Dalam Islam, pemenuhan nafkah dibebankan sepenuhnya kepada laki-laki dewasa, baik suami maupun wali. Negara (daulah Islam) juga berperan penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan, sementara khalifah mengemban amanah dengan memberi pendidikan dan layanan kesehatan gratis kepada rakyat.

Islam pun memberikan keringanan ibadah, seperti tidak mewajibkan wanita berpuasa saat hamil atau menyusui jika dikhawatirkan membahayakan dirinya dan bayinya. Kedudukan seorang ibu pun dimuliakan dengan penuh penghormatan.

Selain itu, Islam mewajibkan wanita menutup aurat di luar ranah khusus dan di hadapan nonmahram sebagai bentuk penjagaan Allah. Konsep pergaulan pria dan wanita diatur jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Larangan khalwat, ikhtilat, serta hukuman tegas bagi pezina menjadi benteng kuat bagi keharmonisan rumah tangga Muslim.

Aturan-aturan Allah inilah yang menjaga wanita dari gangguan mental dan faktor pemicu filisida maternal. Masih banyak lagi syariat Islam yang mampu melindungi kehidupan perempuan, dan semua itu hanya ada dalam sistem Islam.


Khatimah

Hanya Islam yang mampu memberikan ruang aman bagi kehidupan wanita serta menempatkannya pada kedudukan mulia. Penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah akan menutup semua celah yang dapat memicu terjadinya filisida maternal.

Wallahu a’lam bishshawab. []


*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.