Header Ads


Gaza dan Suara Terakhir Sang Jurnalis

Oleh: Khaziyah Naflah*)


IndonesiaNeo, OPINI - Gaza masih terus membara. Kebrutalan Zionis Israel makin menjadi-jadi. Kali ini Zionis Israel tidak hanya menargetkan warga sipil di Gaza, tetapi para medis dan jurnalis pun ikut menjadi sasaran. Kementerian Kesehatan Palestina mengungkapkan serangan udara Israel yang menargetkan Rumah Sakit Nazer telah menewaskan 20 orang; lima di antaranya adalah jurnalis.

Para jurnalis tersebut bekerja untuk kantor berita internasional seperti Associated Press, Reuters, Al Jazeera, dan Middle East Eye. Mereka adalah Mariam Abu Dagga, Mohammed Salama, Moaz Abu Taha, Ahmed Abu Azis, serta Hussam al-Masri, seorang juru kamera sekaligus kontraktor Reuters.

Kematian lima jurnalis ini menambah daftar panjang tewasnya jurnalis akibat serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Menurut Serikat Jurnalis Palestina, ada lebih dari 200 jurnalis yang tewas di Gaza. Bahkan, menurut Committee to Protect Journalists (CPJ), sebuah badan terkemuka yang memperjuangkan kebebasan pers, konflik di Gaza tercatat sebagai konflik yang paling banyak menewaskan jurnalis. (BBC.com, 26 Agustus 2025).


Israel Membungkam Jurnalis

Kematian jurnalis yang terus bertambah akibat serangan Israel ke Gaza kian membuktikan bahwa Israel berupaya membungkam awak media. Pembungkaman ini sejatinya sudah diperlihatkan oleh Israel di awal peperangan dengan Hamas, ketika mereka melarang jurnalis internasional masuk ke Jalur Gaza secara mandiri.

Sampai saat ini Israel pun terus menakuti-nakuti jurnalis agar tidak masuk ke wilayah Gaza dengan melakukan serangan-serangan brutal ke daerah pengungsian. Bahkan, Israel diduga sengaja menargetkan serangan terhadap jurnalis dan media. Padahal menurut aturan internasional dalam kondisi perang, jurnalis dan tenaga medis tidak boleh disakiti. Namun, Israel justru melanggar aturan tersebut.

Menurut analisis pengamat, tindakan ini dilakukan untuk menutupi penderitaan warga Gaza agar kebrutalan tidak tampak di hadapan dunia. Dengan demikian, pelanggaran-pelanggaran gencatan senjata dan serangan yang melanggar hukum internasional tidak terlihat, sehingga mereka bisa terus melakukan aksi ganas terhadap warga Gaza.

Namun ancaman itu tidak membuat para jurnalis gentar. Mereka tetap datang dan menyiarkan keadaan warga Gaza serta kebrutalan yang dilakukan Israel, meski menghadapi risiko besar. Para jurnalis terus menyuarakan kekerasan Zionis Israel agar dunia segera memberikan solusi yang hakiki. Sayangnya, dunia—terutama para pemimpin negara-negara Muslim—yang telah mengetahui kondisi warga Gaza melalui laporan jurnalis masih banyak yang memilih diam.


Negara-Negara Muslim Tetap Diam

Melihat kebrutalan Zionis Israel di Gaza yang disiarkan dengan penuh risiko oleh para jurnalis, belum membuat pemimpin negara-negara Muslim bergerak signifikan. Hingga kini, solusi yang diberikan sebagian besar hanya berupa kecaman, bantuan makanan dan obat-obatan, serta berharap pada badan keamanan dunia—padahal badan tersebut sangat dipengaruhi oleh Amerika Serikat yang mendukung Israel.

Hampir dua miliar kaum Muslim di seluruh dunia pun belum mampu mendesak para pemimpin mereka untuk menolong warga Gaza. Para penguasa cenderung menyerahkan urusan ini pada badan keamanan internasional. Oleh karena itu, meskipun Israel diduga melanggar hukum internasional, sulit berharap ada hukuman tegas selama ada dukungan politik besar dari Amerika Serikat.

Di sisi lain, penerapan sistem kapitalisme yang memecah-belah serta penanaman semangat nasionalisme di setiap negara membuat kaum Muslim tercerai-berai. Kaum Muslim sulit mendorong penguasa negeri masing-masing untuk menurunkan pasukan militer menolong saudara di Gaza. Yang terjadi justru penguasa banyak negara Muslim bergandengan tangan dengan pihak-pihak yang berseberangan kepentingan dan mencari keuntungan.

Selain itu, beberapa solusi yang ditawarkan justru memperparah keadaan Palestina, seperti gagasan solusi dua negara. Gagasan ini berasal dari pengaruh Amerika Serikat dan barang kali bersumber dari Kesepakatan Oslo (1993) yang ditandatangani oleh Yasser Arafat (PLO) dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Ketika solusi berasal dari pihak yang dianggap musuh, dikhawatirkan justru akan melegitimasi perampasan tanah Palestina. Sungguh miris melihat kondisi saudara kita di Gaza; mereka butuh solusi hakiki agar terbebas dari penderitaan.


Solusi Hakiki Gaza

Menurut penulis, solusi hakiki bagi Gaza hanya dapat terwujud dengan penerapan syari’at Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah. Dengan adanya Khilafah, kaum Muslim akan berada di bawah satu kepemimpinan yang mengorganisir dan melindungi seluruh jiwa serta harta kaum Muslim di mana pun mereka berada.

Rasulullah SAW bersabda, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. An-Nasa’i 3987). Dari hadis ini jelas bahwa Islam sangat menjaga kehidupan manusia. Satu nyawa hilang lebih berharga daripada dunia ini, apalagi terjadi pembantaian terhadap kaum Muslim seperti yang menimpa warga Gaza.

Perlu dipahami bahwa masalah Gaza bukan sekadar persoalan kemanusiaan, tetapi juga soal perampasan tanah dan pembantaian. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan menurut penulis bukan lagi sekadar perdamaian formal, melainkan pengusiran Israel dari tanah Palestina. Pengusiran tersebut, dikemukakan, hanya bisa dilakukan dengan intervensi militer yang sungguh-sungguh, bukan sekadar kecaman belaka seperti yang sering dilakukan oleh sebagian penguasa negara-negara Muslim saat ini.

Dalam kondisi demikian, Khilafah diyakini akan menurunkan pasukan militer terbaik untuk membebaskan Palestina dan mengusir Israel dari tanah yang dianggap milik kaum Muslim. Pasukan militer Khilafah digambarkan memiliki kekuatan, strategi perang yang cerdas, serta keberanian menghadapi risiko. Motivasi para pejuang juga didasari keyakinan agama yang menjanjikan pahala besar bagi mereka yang gugur di jalan Allah.

Saat ini, pelindung kaum Muslim—yaitu Khilafah Islamiyah—belum tegak sehingga memerlukan perjuangan untuk menegakkannya. Kaum Muslim diajak sadar bahwa solusi hakiki Palestina adalah dengan tegaknya pelindung tersebut. Oleh karena itu, seluruh kaum Muslim di dunia diharapkan ikut andil memperjuangkannya melalui dakwah dengan metode Rasulullah SAW. Insya Allah, dengan dakwah yang benar, Khilafah akan tegak dan menyelesaikan masalah Palestina serta melindungi kaum Muslim di mana pun berada. Bahkan, Khilafah diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, baik Muslim maupun nonmuslim. Wallahu a'lam bisshawab.[]


*) Freelance Writer

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.