Curanmor Meresahkan Rakyat, Islam Solusi Nyata
Oleh: Siti Komariah*)
IndonesiaNeo, OPINI - Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) melalui Resmob Subdit III Jatanras Ditreskrimum menggelar konferensi pers pengungkapan sejumlah kasus tindak pidana menonjol yang meresahkan masyarakat.
Kapolda menjelaskan, dalam pengungkapan ini Tim Resmob Ditreskrimum Polda Sultra berhasil menangkap seorang pelaku berinisial OS yang diketahui telah melakukan curanmor di lebih dari 50 lokasi berbeda. Selanjutnya, Tim Buser 77 Polresta Kendari juga membongkar jaringan curanmor dengan lima pelaku, masing-masing bernama AH (sudah tahap II), RO, AR, LG, dan SY. Para pelaku beraksi di sejumlah titik di wilayah hukum Polresta Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten Konawe.
Di sisi lain, tidak hanya kasus curanmor, Subdit III Ditreskrimum Polda Sultra juga mengungkap kasus pencurian rumah kosong dengan menangkap pelaku berinisial MS. Tersangka diketahui telah melakukan pencurian di lebih dari 10 rumah dengan modus merusak kunci pintu menggunakan sekrup dan obeng (Tribratanews.com, 17–09–2025).
Kian Marak
Kasus curanmor dan pencurian lainnya kian hari kian meresahkan masyarakat. Pasalnya, kasus pencurian kian menggila di berbagai daerah, termasuk Sultra. Kombes Pol Edwin mengatakan Tim Buser 77 Satreskrim telah mengungkap puluhan unit kendaraan dari ratusan TKP. Ia mengungkapkan, ada 104 TKP dengan barang bukti 63 unit yang diamankan, dan lima unit di antaranya telah diserahkan kepada pemiliknya sejak periode Agustus–September 2025 (Tribunnews.com, 17–09–2025).
Akibat maraknya kasus pencurian dan tindak kejahatan lainnya, Kapolda Sultra beserta jajarannya akan berupaya mengungkap dan menuntaskan kasus-kasus tersebut sebagai wujud komitmen pihak kepolisian untuk menjaga keamanan warga dan penegakan hukum. Lantas, apa yang membuat kasus curanmor dan pencurian lain kian meningkat? Akankah curanmor bisa diatasi?
Kesalahan Sistem
Komitmen Kapolda Sultra jelas menjadi angin segar bagi masyarakat, meski beliau juga mengimbau agar masyarakat tetap waspada karena pencurian terjadi dengan berbagai modus dan tanpa kenal tempat. Hanya saja, komitmen pemerintah beserta jajarannya untuk memberantas pencurian nyatanya bak “semut di atas gajah, menggaruk tidak kena”. Berbagai penyelesaian kecil tidak mampu menuntaskan masalah besar.
Maraknya curanmor sejatinya terjadi akibat masalah sistem yang diterapkan di negeri ini, yaitu sistem kapitalisme-demokrasi. Sistem ini telah merusak tatanan kehidupan manusia hingga menimbulkan kerusakan dan maraknya kejahatan. Setidaknya ada beberapa faktor yang mencerminkan kondisi ini.
Pertama, maraknya tindak pencurian diakibatkan lemahnya iman pada diri masyarakat terhadap keberadaan Sang Pencipta. Sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) membuat manusia mendewakan materi sehingga tidak lagi menyandarkan perbuatannya pada halal dan haram. Alhasil, apa pun dilakukan demi materi, meski harus menabrak norma agama dan merugikan orang lain.
Kedua, desakan ekonomi. Tidak dipungkiri, penerapan sistem ekonomi kapitalisme membawa kesengsaraan bagi masyarakat dari berbagai lini. Misalnya, kepemilikan SDA yang jelas milik rakyat untuk kemaslahatan rakyat justru dikuasai oleh segelintir orang atau asing. Alhasil, SDA tidak lagi untuk membiayai kemaslahatan rakyat, tetapi untuk memperkaya diri segelintir elite.
Di sisi lain, penerapan sistem ekonomi kapitalisme juga membuat negara tidak lagi menjadi pengayom urusan rakyat, yaitu menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dengan menyiapkan lapangan pekerjaan hingga memenuhi kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Bahkan, sistem ini membuat harta hanya beredar pada si kaya. Siapa yang berduit, dialah yang berkuasa dan memainkan perekonomian, sehingga rakyat kian menderita.
Ketiga, lingkungan yang rusak yang membuat manusia terjebak gurita barang haram dan perilaku haram (narkotika dan judi online/judol). Tidak sedikit pelaku curanmor terjebak narkotika atau ketagihan judol. Sistem kapitalisme menyuburkan peredaran narkotika dan judol. Mereka yang sudah kecanduan akan berupaya mendapatkannya kembali; ketika tidak memiliki uang dan pekerjaan sulit, jalan pintasnya adalah mencuri atau merampok.
Keempat, paradigma pendidikan yang salah. Pendidikan seharusnya membentuk generasi berkualitas dan berakhlak mulia. Namun, dalam kapitalisme, pendidikan gagal melahirkan manusia demikian karena dijadikan mesin pencetak tenaga kerja. Mindset pendidikan hanya fokus melahirkan generasi yang mampu bersaing di dunia kerja dan menjadi tumbal industri kapitalisme tanpa memperhatikan akhlak. Akibatnya, generasi yang dilahirkan jauh dari keimanan kepada Allah sebagai pondasi utama berbuat.
Kelima, sistem sanksi yang lemah. Jamak diketahui, sistem sanksi di negeri ini begitu lemah karena berasal dari akal manusia yang terbatas. Bahkan, sanksi dalam kapitalisme bisa dimainkan dan dilobi ketika ada uang dan kekuasaan. Alhasil, sanksi tidak memberi efek jera, baik bagi pelaku maupun orang lain; yang ada justru kejahatan kian marak.
Kondisi ini tampak dari banyaknya residivis curanmor yang bolak-balik masuk penjara, bahkan kerap kali mengontrol kejahatan dari balik jeruji. Lantas, bagaimana curanmor bisa diatasi hanya dengan memperketat pemburuan pelaku jika akar masalahnya begitu kompleks? Kondisi ini ibarat “mencari jarum di tumpukan jerami”; masalah diselesaikan, tetapi akar masalah tidak tersentuh.
Atasi Curanmor hingga Akar
Ketika akar permasalahan curanmor begitu kompleks, maka penyelesaiannya juga membutuhkan solusi yang komprehensif, bukan setengah-setengah. Solusi komprehensif hanya bisa didapat ketika negara menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Khilafah berfungsi sebagai pelindung sekaligus pengayom urusan rakyat.
Dalam Khilafah, rakyat menjadi prioritas utama sehingga kemaslahatan dan kenyamanan mereka menjadi bagian penting dalam kepemimpinan. Agar masyarakat tidak melakukan tindak kejahatan dan negeri ini hidup dalam keberkahan Allah SWT, Khilafah akan membina dan melahirkan generasi yang cerdas dan berakhlak mulia sehingga meminimalkan tindak kejahatan dan kemaksiatan. Setidaknya ada beberapa poin.
Pertama, mendorong setiap individu untuk taat kepada Allah. Khilafah memberikan bimbingan kepada masyarakat tentang kebangkitan yang hakiki, yaitu pemecahan ‘uqdatul kubra. Ketika manusia menyadari siapa dirinya, untuk apa ia hidup, dan apa standar kebahagiaan, akan terwujud ketaatan yang menghujam kuat. Kesadaran ini menjadi benteng utama dalam berbuat.
Kedua, pembentukan akhlak mulia melalui pendidikan. Dalam Khilafah, kurikulum berasaskan akidah Islam yang diajarkan intens sejak usia dini hingga SMA. Di universitas, akidah tetap diajarkan sebagai penguatan. Pendidikan dalam Islam fokus mencetak generasi berkualitas—taat kepada Allah—dan siap menjadi agent of change ke arah yang cemerlang.
Ketiga, Khilafah menciptakan lingkungan yang islami sehingga terbentuk masyarakat yang islami pula. Keempat, Khilafah menjaga masyarakat dari hal-hal yang menjerumuskan pada kemaksiatan dan kejahatan, seperti narkotika dan judol. Khilafah tidak memberikan celah bagi barang dan perbuatan haram ini beredar luas, sehingga tidak ada masyarakat yang sampai kecanduan.
Keempat, Khilafah menciptakan perekonomian yang sehat dan menjamin pemenuhan kebutuhan per individu. Negara mengelola SDA sebaik-baiknya dan hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyat. Khilafah tidak membiarkan SDA dikuasai asing atau segelintir orang karena hal itu haram. Khilafah juga menyediakan lapangan kerja yang menyerap seluruh masyarakat, baik penyandang disabilitas maupun non-disabilitas. Negara bertanggung jawab pada individu yang tidak memiliki penanggung jawab—misalnya janda, lansia, dan anak-anak. Khilafah mengatur peredaran harta agar tidak hanya beredar pada si kaya. Bahkan, Khilafah mengutus qadhi untuk mengawasi pasar agar tidak terjadi kecurangan seperti penimbunan dan pengoplosan.
Kelima, sanksi tegas. Khilafah terkenal dengan sanksi yang tegas dan memberi efek jera, baik bagi pelaku maupun orang lain. Sanksi berfungsi sebagai penebus dosa dan pencegah kejahatan terulang. Sistem sanksi tidak pandang bulu. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Islam, hukuman bagi pencurian yang memenuhi nisab adalah potong tangan. Allah berfirman, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 38).
Adapun nisab pencurian untuk potong tangan adalah seperempat dinar atau tiga dirham murni, yang setara dengan sekitar 1,0625 gram emas. Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama; sebagian mazhab, seperti Mazhab Hanafi, menetapkan nisab yang lebih tinggi, yakni satu dinar atau sepuluh dirham. Dengan beberapa cara ini, insyaallah kejahatan seperti curanmor akan teratasi.
Khatimah
Upaya yang dilakukan Kapolda beserta jajarannya memang sangat baik, tetapi tidak dapat menuntaskan hingga ke akarnya karena masalah curanmor bersifat komprehensif. Oleh karena itu, hanya Islam yang mampu menuntaskan kejahatan curanmor dan kejahatan lainnya sehingga masyarakat hidup nyaman dan tenteram. Wallahu a‘lam bish-shawab.[]
*) Aktivis Muslimah Sultra
Post a Comment