Trafficking, Hilangnya Keamanan Jiwa Anak
Oleh: Yuli Mariyam*)
IndonesiaNeo, OPINI - Berita tentang penculikan anak kembali mencuat. Kali ini viral di media sosial tentang hilangnya seorang anak bernama Bilqis berusia 4 tahun asal Makassar. Kronologi singkatnya adalah balita tersebut sedang mengikuti ayahnya untuk mengajar tenis. Di saat sang ayah bermain tenis bersama temannya, Bilqis bermain di taman yang berada di sekitar lapangan tersebut. Sesekali ayahnya memantau dengan memanggil namanya. Sekali-dua kali panggilan itu masih mendapat jawaban, namun untuk yang ketiga kali suara mungil itu tak lagi terdengar. CCTV di tempat kejadian merekam Bilqis telah digandeng seorang perempuan berkerudung meninggalkan tempat tersebut. (BBCIndonesia.com, 15/11/2025)
Viralnya berita hilangnya Bilqis menjadi momok bagi para orang tua. Anak yang harusnya mendapat keamanan di ruang publik, tidak memiliki jaminan keselamatan. Sedangkan anak harusnya mendapat ruang sosial yang luas untuk mengeksplor segala potensinya. Cara dia bertahan hidup di masa yang akan datang tergantung dari bagaimana dia mendapatkan pengajaran di masa kecilnya; tubuhnya akan tumbuh dengan baik dan sehat karena pengelolaan tenaga yang tepat; emosinya akan terkelola dengan baik ketika dia bersinggungan dengan temannya; lingkungan bermain akan membuat dia belajar tentang bahagianya bermain bersama; bagaimana bersedih ketika jatuh dan merasakan sakit; bagaimana dia marah ketika mainannya diambil temannya; bagaimana memaafkan, juga mengenali rasa sabar saat masih ingin bermain tetapi orang tuanya harus membawa pulang.
Berbagai macam psikologis anak ini rupanya telah dipelajari oleh orang-orang tak bertanggung jawab berotak kapitalis. Demi sejumlah uang mereka menggunakan fasilitas umum untuk mencari sasaran, yakni anak-anak yang orang tuanya tengah lengah dalam mengawasi mereka karena aktivitas pribadinya. Kasus yang berulang kali terjadi ini menunjukkan bahwa para pelaku atau sindikat perdagangan manusia atau trafficking tidak memiliki efek jera dengan hukum yang berlaku di negeri ini. Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2007, pelaku akan dikenakan hukuman selama 15 tahun penjara atau denda sebanyak 120 juta rupiah. Keamanan masyarakat kembali terancam.
Perhatian pemerintah sebagai pengurus rakyat juga harus menjangkau tempat-tempat terpencil, di mana ada suku-suku yang hidup berpindah-pindah di dalam hutan dan menjadi sasaran empuk para sindikat untuk meraih keuntungan. Mereka diberikan informasi bohong tentang anak yang dijual, bahwa anak tersebut ditelantarkan orang tuanya. Rasa iba adalah alasan semua orang menerima kehadiran orang lain dalam keluarga mereka meski dengan mengeluarkan banyak uang, apalagi jika itu adalah anak-anak. Ironisnya, pendidikan yang tidak menjangkau wilayah tersebut membuat mereka tetap buta huruf, sehingga pelaku melihat peluang ini untuk menutupi aksinya.
Sangat disayangkan kejadian ini terjadi di Indonesia yang merupakan negeri muslim terbesar di dunia. Padahal Islam punya sistem pemerintahan yang mengedepankan maqasid syar’iyah, yakni tujuan diterapkannya syariah di tengah masyarakat sebagai bentuk jaminan keamanan jiwa, harta, keturunan, akidah, dan akal. Orientasi kehidupan seorang muslim haruslah menjadikan perbuatannya di dunia ini sebagai bekal menuju negeri akhirat. Muslim tidak akan memutus silaturahmi, tidak mendzalimi orang lain maupun dirinya sendiri. Harta kekayaan yang didapat sejatinya harus mengantarkan ke surga, bukan ke neraka. Baik zat maupun pendapatannya harus dipastikan dari yang halal. Namun kondisi keimanan ini belum bisa dirasakan oleh masyarakat saat ini karena Islam dijauhkan dari kehidupan mereka. Azas sekulerisme dari ideologi kapitalis membuat manusia hanya memikirkan uang, uang, dan uang saja.
Kesadaran umat tentang wajibnya menerapkan Islam secara kaffah atau keseluruhan harus digaungkan, seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah di masa-masa dakwah beliau baik ketika berada di Makkah maupun di Madinah dan menerapkannya secara totalitas. Islam, baik ranah akidah maupun syariah, membuat kaum muslim berjaya selama lebih dari 1400 tahun. Mengembalikan kesadaran umat adalah tugas muslim seluruhnya, tidak hanya pada para ulama. Kedudukan para ulama adalah sebagai penasehat bagi pemerintah yang meriayah umat, bahkan berdakwah yang paling utama adalah berdiri di depan penguasa dan menyampaikan kebenaran Islam.
Mekanisme Islam dalam memberikan keamanan jiwa seseorang adalah dengan memperkuat akidah. Dalam hal ini ilmu akan menjadi prioritas utama pada setiap muslim. Pendidikan baik formal maupun nonformal akan banyak ditemui. Negara akan mengontrol tiap komunitas yang ada dengan standar kurikulum yang sama, yakni berbasis akidah. Ulama dan guru akan mengajar sesuai dengan bidangnya, namun tidak melepaskan sisinya sebagai seorang hamba. Lapangan kerja akan dibuka lebar untuk masyarakat agar mudah dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, semua komoditas pokok umat tersedia dan terjangkau, lahan dihidupkan, dan yang tak kalah penting adalah adanya hukum yang ditegakkan.
Jual beli di dalam Islam mengatur bahwa hanya diperbolehkan menjual barang-barang yang halal, minimal mubah. Sedangkan manusia bukanlah komoditas yang bisa diperjualbelikan. Manusia hanya bisa menjual jasanya berupa pikiran atau tenaga, sedangkan tubuhnya hanya milik dirinya, berada di bawah tanggung jawab diri atau walinya. Perbuatan memperjualbelikan manusia termasuk tindakan kriminal; pelakunya telah membuat teror bagi masyarakat dan menciptakan ketidakamanan lingkungan. Maka pelakunya harus dihilangkan atau dibunuh. Dengan penerapan hukum ini umat akan merasa aman dan meminimalisir kejadian serupa terulang lagi.
Wallahu'alam bishshawab.[]
*) Pendidik Generasi Tangguh


Post a Comment