Maraknya Kasus Pencabulan, Buah dari Rusaknya Sistem Sekulerisme, Islam Solusinya
Oleh: Irawan Sayyid Lubty*)
IndonesiaNeo, OPINI - Miris, sedih, prihatin, kecewa, marah—barangkali bercampur menjadi satu—ketika membaca media massa memberitakan seorang oknum guru Sekolah Menengah Keguruan di Kota Lubuklinggau. Tidak hanya seorang siswa yang menjadi korban, diberitakan sampai belasan siswa yang dijadikan korban pencabulan oleh guru tersebut. Kasus serupa juga pernah terjadi, tidak hanya di tingkat pendidikan atas, bahkan pernah pula terjadi pada anak-anak sekolah dasar. Dunia pendidikan yang seharusnya berbasis agama justru menyimpan ironi. Begitu rusaknya model pendidikan di negeri ini, sehingga kekerasan seksual marak terjadi di dunia pendidikan.
Kekerasan seksual yang semakin merajalela di dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari diterapkannya sekulerisme dalam semua sendi kehidupan, termasuk di bidang pendidikan. Sekulerisme berarti memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya mengatur urusan akhirat saja, tidak dilibatkan dalam urusan dunia. Agama hanya dipakai untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti aturan tentang keimanan dan ibadah. Sedangkan untuk mengatur urusan dunia, termasuk tentang pakaian dan hubungan antara pria dan wanita, manusia dianggap memiliki hak membuat aturan sendiri.
Sekulerisme yang diterapkan dalam dunia pendidikan menjadikan percampuran antara laki-laki dan perempuan sebagai hal biasa dan dianggap bentuk dari kesetaraan. Aturan berpakaian di sekolah tidak berlandaskan pada ketentuan berpakaian yang diperintahkan oleh Allah SWT. Kegiatan belajar-mengajar yang bercampur antara laki-laki dan perempuan tanpa mengenakan pakaian yang sesuai syariat—di mana kaum perempuan mengenakan pakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh—dapat memancing naluri seksual laki-laki.
Kesalahan Pandangan Sekulerisme tentang Naluri
Kesalahan utama dan mendasar dari sekulerisme adalah anggapan bahwa agama tidak mengatur kehidupan manusia di dunia, atau hanya mengatur soal keimanan dan ibadah ritual saja. Termasuk dalam hal ini, sekulerisme tidak mengatur tentang aurat perempuan maupun laki-laki. Manusia diberi kebebasan bertindak sesuka hati (freedom of behaviour).
Dalam pandangan sekulerisme, tidak ada aturan jelas tentang aurat laki-laki dan perempuan. Maka, definisi pornografi dan pornoaksi pun tidak jelas. Asal dianggap sopan, maka tidak termasuk dalam kategori tindakan kriminal. Misalnya, perempuan yang keluar rumah dengan rok mini atau celana jeans ketat, asal dianggap sopan, tidak dinilai sebagai pelanggaran hukum meskipun menampakkan lekuk tubuh.
Ketika Allah SWT dan Rasulullah SAW telah menetapkan batasan aurat perempuan—seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan—dan aurat laki-laki dari pusar hingga lutut, maka aurat tersebut wajib ditutupi. Aurat tidak boleh diumbar sesuka hati. Baik laki-laki maupun perempuan, saat berada di ruang publik maupun di ruang privat bersama mahram, wajib menutup aurat.
Dalam Islam, menutup aurat pun tidak dibiarkan tanpa aturan. Islam memberikan pedoman khusus tentang pakaian di dalam rumah dan pakaian di luar rumah. Maka, ketika seseorang tidak menutup aurat, hal itu sudah termasuk tindakan pornografi. Orang yang melakukan pornografi sebenarnya telah melakukan tindakan kriminalitas yang harus dihukum.
Sekulerisme memandang bahwa naluri nau’ (naluri mempertahankan jenis atau naluri untuk dicintai dan mencintai) harus dipenuhi, bahkan dengan melihat gambar porno, menonton film dewasa, atau mendengarkan lagu-lagu cabul. Ini adalah kesalahan dalam mendefinisikan naluri atau gharizah. Sekulerisme menyamakan naluri dengan kebutuhan jasmani. Padahal, dalam Islam, naluri itu muncul karena rangsangan dari luar. Bila tidak terpenuhi, memang bisa menimbulkan kegelisahan, tetapi tidak menyebabkan kematian.
Pandangan bahwa naluri harus dipenuhi justru menyuburkan tindakan pornografi dan pornoaksi, yang dalam sekulerisme dianggap sebagai sarana untuk memenuhi naluri seksual. Misalnya, melalui gambar, film, atau lagu cabul. Ini adalah pandangan yang keliru. Naluri seksual tidak akan muncul jika tidak ada rangsangan dari luar. Jika rangsangan tidak dimunculkan, maka naluri itu juga tidak akan muncul.
Islam: Solusi Menyeluruh dan Tuntas atas Kekerasan Seksual
Islam adalah agama yang sempurna. Islam memiliki pandangan khas tentang naluri, bahwa naluri itu muncul dari luar. Maka, segala media yang dapat membangkitkan naluri seksual wajib diatur dengan syariat. Islam melarang keras beredarnya lagu cabul, gambar-gambar, film-film, atau perilaku yang membangkitkan naluri seksual. Semua itu dinyatakan HARAM oleh Allah SWT.
Salah satu keunggulan Islam adalah mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, termasuk dalam hal aurat dan pakaian. Seorang perempuan wajib menutup aurat ketika keluar rumah, dengan menggunakan jilbab sebagaimana dalam QS. Al-Ahzab: 59, di mana Allah SWT memerintahkan Nabi untuk menyampaikan kepada istri-istrinya, anak-anak perempuannya, dan istri-istri orang beriman agar menjulurkan jilbabnya. Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa jilbab adalah pakaian kurung yang menutupi seluruh tubuh, seperti abaya.
Selain itu, perempuan juga wajib mengenakan kerudung sebagaimana perintah dalam QS. An-Nur: 31. Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kerudung adalah tudung kepala yang menjulur menutupi dada. Laki-laki juga tidak boleh keluar rumah dengan membuka aurat, seperti memamerkan badan atau otot.
Islam juga melarang ikhtilat (bercampurnya laki-laki dan perempuan). Allah SWT berfirman: “Apabila kamu meminta sesuatu kepada istri-istri Nabi, mintalah dari balik tabir. Itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53). Islam juga melarang khalwat (berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan non-mahram). Dalam riwayat Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang perempuan berduaan dengan laki-laki karena yang ketiga adalah setan.”
Islam melarang umatnya mendekati zina, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra: 32: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” Allah memerintahkan kepada orang yang mampu untuk menikah. Bahkan, pernikahan disebut sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berpikir (QS. Ar-Rum: 21). Rasulullah menyebut bahwa menikah adalah sunnah beliau. Dalam QS. An-Nur: 30–31, Allah memerintahkan laki-laki dan perempuan beriman untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Bagi yang belum mampu menikah, disarankan untuk berpuasa. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan: “Barang siapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah. Karena puasa itu adalah pengekang baginya.”
Inilah solusi Islam yang menyeluruh dan tuntas dalam menyelesaikan problematika kekerasan seksual di tengah masyarakat. Dimulai dari pandangan terhadap gharizah nau’ hingga pada penerapan praktis seperti aturan berpakaian, interaksi antar-gender, dan penjagaan terhadap perilaku seksual. Masihkah kita berharap pada sekulerisme dan liberalisme untuk menyelesaikan persoalan ini?[]
*) Penyuluh Keluarga Berencana
Post a Comment