Header Ads


Maraknya Kekerasan Seksual terhadap Perempuan

Oleh: Ucy*)


IndonesiaNeo, OPINI - Memprihatinkan, kekerasan seksual terhadap perempuan makin meningkat di Tanah Air, salah satunya di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kota Kendari. Pelakunya pun kian beragam. Ada guru besar melecehkan mahasiswa, dokter melecehkan pasien, tokoh agama melecehkan murid/jemaahnya, polisi memperkosa tahanan, bahkan ada ayah dan kakek yang menodai anak kandung mereka sendiri.

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara (Sultra) terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang dihimpun oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sultra, tercatat sebanyak 1.399 kasus kekerasan (Sultra.com, 31/5/2025).

Namun, angka ini diyakini hanya sebagai puncak gunung es karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Jenis kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan seksual, dengan mayoritas korban berasal dari kelompok usia anak. Bahkan, terdapat kasus pemerkosaan terhadap anak perempuan di bawah usia delapan tahun yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Sebagai negeri dengan mayoritas penduduk Muslim, kita patut bertanya, mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal, pemerintah juga sudah membentuk jabatan dan lembaga yang mengurusi perempuan, termasuk Komnas Perlindungan Perempuan. UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pun sudah disahkan. Lalu, mengapa perempuan malah makin tidak aman?

Jawabannya, meski mayoritas penduduknya Muslim, negeri ini hidup dalam sistem dan budaya sekularisme-liberalisme. Salah satu dampaknya ialah konten pornografi yang membanjiri masyarakat. Sejak 2005, Indonesia masuk 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Padahal, konten pornografi ini terbukti menjadi pemicu perilaku seks bebas, seperti perzinaan dan kekerasan seksual.

Di sisi lain, masyarakat semakin permisif. Interaksi bebas antara pria dan wanita sudah dianggap normal. Selain membuka peluang perzinaan, hal ini juga memberikan celah terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan. Selain itu, disadari atau tidak, kaum perempuan telah lama dieksploitasi, seperti melalui kontes kecantikan, modeling, dan sebagainya. Hal ini menjadikan perempuan dicitrakan sebagai objek pelampiasan hawa nafsu laki-laki.

Sementara itu, penegakan hukum justru gagal melindungi kaum perempuan. Banyak korban yang trauma dan takut untuk melapor. Para pelaku pun kerap mendapatkan sanksi ringan. Bahkan, tidak sedikit kasus yang tidak diselesaikan secara hukum, melainkan hanya dengan jalan damai.

Hanya Islam sebagai ideologi yang melindungi kaum perempuan. Islam adalah satu-satunya ideologi yang memberikan kesetaraan bagi pria dan wanita dalam keimanan dan ketakwaan, serta dalam timbangan hukum. Allah Swt. berfirman:

"Siapa saja yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sementara ia seorang mukmin, sungguh akan Kami beri ia kehidupan yang baik. Mereka pun akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS An-Nahl [16]: 97)

Islam menjadikan iman dan takwa sebagai dasar relasi antara pria dan wanita. Islam menjauhkan kaum Muslim dari perilaku permisif, hedonis, dan hanya mengejar kepuasan biologis. Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita harus saling tolong-menolong dalam keimanan dan ketakwaan. Islam memberikan tindak preventif dan kuratif untuk melindungi kaum perempuan.

Beberapa hukum preventif Islam yang melindungi perempuan antara lain:

Pertama, mewajibkan pria dan wanita menutup aurat dalam kehidupan umum serta saling menjaga pandangan (QS An-Nur [24]: 30–31). Pandangan terhadap aurat lawan jenis adalah haram karena dapat memicu gejolak syahwat. Nabi saw. bersabda:

"Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Siapa saja yang meninggalkan tindakan demikian karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberi ia balasan iman yang terasa manis dalam kalbunya." (HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)

Islam juga menetapkan bahwa pakaian wajib kaum muslimah saat keluar rumah adalah kerudung (khimar) yang menutupi dada (QS An-Nur [24]: 31) dan jilbab (gamis), yaitu baju panjang yang longgar dan tidak menampakkan lekuk tubuh (QS Al-Ahzab [33]: 59).

Kedua, Islam mengharamkan khalwat (berduaan antara pria dan wanita nonmahram), yang sering menjadi peluang perzinaan dan kekerasan seksual. Dalam pengobatan, misalnya, seorang muslimah wajib didampingi mahram dan tidak boleh hanya berdua dengan dokter pria. Nabi saw. bersabda:

"Tidaklah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan." (HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim)

Selain khalwat, Islam juga mengharamkan ikhtilat (bercampur baur antara pria dan wanita), kecuali untuk keperluan muamalah, pengobatan, dan pendidikan. Pria dan wanita haram bercampur di tempat seperti pesta, hiburan, dan lainnya.

Ketiga, Islam mengharamkan eksploitasi terhadap perempuan, seperti kontes kecantikan, ajang foto model, dan sejenisnya—baik secara sukarela, apalagi dengan paksaan. Termasuk juga haram mempekerjakan perempuan dengan mengeksploitasi tubuh dan penampilan mereka, seperti sebagai model iklan, pelayan toko, frontliner, sales, dan sebagainya.

Wahai kaum Muslim! Sadarlah bahwa kerusakan masyarakat saat ini, terutama terhadap perempuan, adalah akibat dari penerapan ideologi kapitalisme-liberalisme. Kebebasan perilaku dibiarkan merajalela dan kaum perempuan terus dieksploitasi.

Tidak ada jalan keluar dan perlindungan terbaik untuk kaum perempuan kecuali dengan menerapkan sistem kehidupan Islam. Inilah sistem terbaik yang datang dari Allah Swt., satu-satunya sistem yang dapat melindungi umat manusia, khususnya kaum perempuan.

Hukum-hukum mulia sebagaimana dipaparkan di atas hanya dapat diterapkan dalam institusi pemerintahan Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.

Adakah aturan yang lebih baik daripada aturan dari Sang Maha Pembuat Aturan, yakni sistem aturan dari Allah?


*) Mahasiswi UMB

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.