Membendung Dampak Medsos Dengan PP TUNAS, Efektifkah?
Oleh: Windih Silanggiri*)
IndonesiaNeo, OPINI - Media sosial adalah salah satu media informasi digital yang sudah tidak asing lagi bagi seluruh elemen masyarakat, terutama Gen Z. Hampir 24 jam, kehidupan mereka bersanding dengan media sosial. Namun, penggunaan media sosial tidak selalu membawa efek positif. Efek negatif juga perlu untuk diwaspadai.
Beberapa kasus mencuat seperti cyber bullying, pinjol, judol, mental illness, dan lain-lain, kebanyakan bermula dari media sosial. Kasus ini tidak hanya terjadi di negeri ini, tetapi hampir di beberapa negara juga terkena dampak media sosial.
Efek negatif media sosial inilah yang menjadikan negara-negara di dunia mulai berbondong-bondong melakukan pembatasan penggunaan media sosial untuk anak dibawah umur. Misalkan, Australia telah mengeluarkan aturan yang tidak hanya membatasi, tetapi melakukan pelarangan penggunaan media sosial bagi anak usia di bawah 16 tahun. Aturan serupa juga dikeluarkan oleh Malaysia dan beberapa negara di Eropa (kompas.com, 13-12-2025).
Sedangkan Pemerintah Indonesia, telah lebih dulu membuat aturan pembatasan penggunaan media sosial untuk anak usia 13 hingga 16 tahun tergantung dari risiko masing-masing platform. Regulasi yang mengatur pembatasan tersebut adalah PP 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) (kompas.com, 12-12-2025).
Adanya peraturan pembatasan penggunaan media sosial, tidak lantas masalah bisa terselesaikan. Yang muncul malah kritikan dari beberapa pihak. Seperti yang terjadi di Australia. Memang aturan tersebut melarang remaja memiliki akun di media sosial seperti Instagram, Snapchat, juga X. Akan tetapi, anak-anak masih dapat mengakses platform lain seperti YouTube dan TikTok tanpa akun pribadi, sedangkan sejumlah platform game online seperti Roblox, Discord, dan Steam tidak termasuk dalam larangan aturan tersebut. Padahal efek game online dapat mengakibatkan kecanduan (kompas.com, 13-12-2025).
Gangguan game online sendiri telah diakui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai diagnosis resmi. Antrean keluarga yang membutuhkan bantuan di klinik gangguan game terus bertambah. Dr. Daniela Vecchio, psikiater yang mendirikan satu-satunya klinik gangguan game online di Australia mengaku terpaksa menolak sebagian pasien (kompas.com, 13-12-2025).
Solusi Parsial PP TUNAS
Pembatasan medsos sebenarnya bukan solusi hakiki karena regulasinya hanya bersifat administratif. Anak-anak akan melakukan kecurangan verifikasi data pribadi dengan membuat akun palsu atau akun orang lain. Dan bisa saja mereka akan beralih ke platform ilegal. Anak juga masih bisa mengakses game online yang jelas-jelas nampak kerusakannya.
Jika demikian lemahnya aturan tersebut, maka sejatinya aturan yang dibuat tidak menyentuh akar masalah sama sekali. Tidak terselesaikannya masalah dampak buruk media sosial karena adanya hegemoni digital oleh negara adidaya kapitalis. Negara yang menjadikan Sistem Kapitalisme sebagai tumpuan ketika mengeluarkan kebijakan, mengakibatkan standar aturan yang ada bukan halal haram, melainkan keuntungan yang bersifat materi. Sehingga platform media sosial akan mengontrol perilaku pengguna media sosial dan game online agar sesuai dengan kepentingan mereka.
Tayangan budaya hedonisme, standar hidup materialistik, hingga minimnya edukasi agama mengakibatkan rapuhnya generasi. Orang tua yang tidak memahami peran strategisnya sebagai pendidik pertama dan utama untuk menanamkan akidah, menjadikan nilai agama jauh dari kehidupan anak-anak.
Sistem pendidikan sekuler gagal dalam membentuk anak-anak yang memiliki kepribadian Islam.
Demikianlah Sistem Kapitalisme telah gagal dalam melindungi generasi dari efek negatif media sosial. Sebuah sistem kehidupan yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama mereka tanpa memperhatikan kerusakan generasi. Akankah permasalahan ini mengalami jalan buntu?
Islam Solusi Paripurna
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Aturan Islam diturunkan oleh Allah untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia, termasuk media sosial.
Allah telah menurunkan seperangkat aturan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, salah satunya menjaga jiwa dan akal dari hal-hal yang mampu merusaknya. Segala tayangan yang membuat mental illness, burnout, dan rapuhnya generasi, akan difilter oleh negara.
Sistem pendidikan dalam Islam akan membentuk output yang memiliki kepribadian Islam yaitu memiliki pola pikir dan sikap Islami. Selain itu, mereka akan dibekali ilmu sains dan teknologi untuk kemanfaatan bagi rakyat. Pendidikan Islam akan mendorong untuk menghasilkan teknologi, termasuk membangun pusat pengendali seluruh platform digital dengan biaya mandiri. Platform digital hanya digunakan untuk sebaran ilmu pendidikan, menguatkan akidah, dan mengokohkan Islam di dunia internasional.
Para orang tua akan dibekali ilmu agar mampu menanamkan akidah kepada anak-anaknya sejak dini. Selain itu, negara akan melakukan pengawasan terhadap konten media sosial agar sesuai dengan aturan Allah. Sanksi yang tegas akan diberikan kepada platform yang menyebarkan konten negatif.
Demikianlah pengaturan Islam terhadap media sosial. Seluruh mekanisme tersebut hanya mampu terwujud jika diterapkan dalam sistem pemerintahan yang bersumber dari Allah, yaitu Khilafah. Dengan penerapan aturan Islam secara kafah oleh seorang Khalifah, generasi akan terlindungi dari konten yang bisa merusak jiwa dan akal. Generasi yang tangguh dan taat akan menjadi garda terdepan dalam memimpin peradaban Islam.
Wallahu a'lam bisshawab.[]
*) Pemerhati Remaja


Post a Comment